sayangnya ayah
pada putrinya itu sepenuh jiwa | tak mampu dilukis atau diwakilkan kata-kata
bagi ayah, senyum putrinya itu penghapus murka dan letih lelah | airmata putrinya jadi siksa baginya dan sedih putrinya jadi musibah
seorang ayah punya sejuta impian untuk putrinya | walau harus mengorbankan dirinya dia selalu rela
bagi ayah pelukan ikhlas putrinya menyambutnya | bisa jadi lebih berarti dan lebih indah dari bahagia
tidakkah engkau lihat ayah saat menikahkan putrinya | di hadapan ramai bahkan ia tak dapat tahankan airmata
dipandanginya putrinya dalam-dalam dengan tatapan mengharu biru | terbayang jelas semua kenangan mulai putrinya lahir hingga saat itu
segala bentak dan tawa, segala bahagia dan kecewa, semuanya | mendadak terpampang jelas, melekat tak mau lepas, semuanya
bertahun-tahun ingatan itu menjadi satu, mendadak ayah sesalkan | tentang apa yang tak sempat ia lakukan, tentang apa yang ia lewatkan
dan saat itu dia menyadari dalam hidupnya sampai masa ini | tak ada pelepasan yang lebih berat melebihi hari ini
mungkin seorang ayah takkan pernah siap untuk menikahkan anaknya | takkan pernah siap untuk melepaskan bagian dari darah juga jiwanya
bila bukan karena perintah Allah dan sunnah Rasulullah | tentu selama-lamanya ia ingin bersama putrinya
tapi putrinya juga harus bercerita, harus berkeluarga | dan melaksanakan ajaran ayahnya dalam realita nyata
kini tangan lelaki lain yang diridhai putrinya sedang ia genggam | dan hati sang ayah masih gundah, matanya terpejam
yang ayahnya pikirkan | "akankah lelaki ini tepat bagi putriku? akankah ia bisa menjaga putriku sebagaimana aku?"
yang ayahnya pikirkan | "akankah lelaki ini memperlakukan putriku seperti aku? menyayanginya tanpa syarat, mengajarinya tanpa penat?"
yang ayahnya pikirkan | "akankah lelaki ini menyayangi putriku seperti aku? rela berkorban seperti aku pada putriku?"
yang ayahnya pikirkan | "adakah lelaki ini mencintai Allah diatas segala-galanya? adakah dia mampu mengawal putriku menuju surga Allah?"
seribu tanya berlanjut, dan mungkin tiada jawaban | sebagaimana kasih seorang ayah pada putrinya, yang mungkin takkan pernah terjelaskan
bagi ayah, senyum putrinya itu penghapus murka dan letih lelah | airmata putrinya jadi siksa baginya dan sedih putrinya jadi musibah
seorang ayah punya sejuta impian untuk putrinya | walau harus mengorbankan dirinya dia selalu rela
bagi ayah pelukan ikhlas putrinya menyambutnya | bisa jadi lebih berarti dan lebih indah dari bahagia
tidakkah engkau lihat ayah saat menikahkan putrinya | di hadapan ramai bahkan ia tak dapat tahankan airmata
dipandanginya putrinya dalam-dalam dengan tatapan mengharu biru | terbayang jelas semua kenangan mulai putrinya lahir hingga saat itu
segala bentak dan tawa, segala bahagia dan kecewa, semuanya | mendadak terpampang jelas, melekat tak mau lepas, semuanya
bertahun-tahun ingatan itu menjadi satu, mendadak ayah sesalkan | tentang apa yang tak sempat ia lakukan, tentang apa yang ia lewatkan
dan saat itu dia menyadari dalam hidupnya sampai masa ini | tak ada pelepasan yang lebih berat melebihi hari ini
mungkin seorang ayah takkan pernah siap untuk menikahkan anaknya | takkan pernah siap untuk melepaskan bagian dari darah juga jiwanya
bila bukan karena perintah Allah dan sunnah Rasulullah | tentu selama-lamanya ia ingin bersama putrinya
tapi putrinya juga harus bercerita, harus berkeluarga | dan melaksanakan ajaran ayahnya dalam realita nyata
kini tangan lelaki lain yang diridhai putrinya sedang ia genggam | dan hati sang ayah masih gundah, matanya terpejam
yang ayahnya pikirkan | "akankah lelaki ini tepat bagi putriku? akankah ia bisa menjaga putriku sebagaimana aku?"
yang ayahnya pikirkan | "akankah lelaki ini memperlakukan putriku seperti aku? menyayanginya tanpa syarat, mengajarinya tanpa penat?"
yang ayahnya pikirkan | "akankah lelaki ini menyayangi putriku seperti aku? rela berkorban seperti aku pada putriku?"
yang ayahnya pikirkan | "adakah lelaki ini mencintai Allah diatas segala-galanya? adakah dia mampu mengawal putriku menuju surga Allah?"
seribu tanya berlanjut, dan mungkin tiada jawaban | sebagaimana kasih seorang ayah pada putrinya, yang mungkin takkan pernah terjelaskan
bila ada yang paling berhak untuk dimintai izin akan anaknya | maka yakinlah itu jelas ayahnya, pasti ayahnya!
Tulisan ini mengingatkan saya
pada seorang laki-laki yang rela melewati badai hujan, terik matahari demi
seorang putri yang dicintainya. Seorang laki-laki yang tidak pernah mengeluh
apalagi menangis, yang dia tau bagaimana caranya agar keluarganya tetap bahagia
meski ia harus berjuang mati-matian. Seorang laki-laki yang tidak pernah lelah
menasehati putrinya. Seorang laki-laki yang tidak pernah lelah menatih putrinya
hingga dia bisa berjalan dan berlari. Seorang laki-laki yang tidak pernah bosan
menjawab setiap pertanyaan putrinya. Seorang laki-laki yang tidak pernah malu
membanggakan putrinya didepan khalayak banyak. Saya tidak tau kekuatan lebih
apa yang dia punya hingga dia bisa sebegitu kuatnya, sebegitu tegarnya dan
sebegitu gagahnya. Sosok laki-laki yang saya temui diluar lingkungan itu tidak
ada yang sama seperti laki-laki yang menjadi pahlawan saya; bahkan tidak akan
pernah ada. Sosok laki-laki yang sudah berani saya cintai saat ini saja tidak
akan pernah bisa menandingi pahlawan saya; pahlawan yang mengadzani saya saat
saya pertama kali melihat dunia. Saya tidak akan pernah temui laki-laki seperti
ayah lagi, yang bisa sebegitu berkorbannya untuk saya. Yang bisa sebegitu
cintanya dengan saya. Yang bisa sebegitu hangatnya jika sudah berada didalam
pelukannya. Yang tidak pernah sekalipun menyakiti saya, semarah apapun dia
karena tingkah laku saya.
Setiap saya melihat seorang
laki-laki berbadan tinggi dan berjalan gagah, saya selalu teringat ayah. Dalam hati,
“jika ayah masih ada disini, mungkin ayah masih segagah orang itu. mungkin
rambut ayah sudah mulai memutih seperti laki-laki itu. dan mungkin akan menua
seperti kakek-kakek itu.” sangat beruntungnya seorang anak kecil yang seringkali
saya lihat ditepi jalan sambil dirangkul ayahnya, sangat beruntung baginya yang
masih bisa bercengkrama hangat tanpa harus dibatasi oleh langit dan bumi. Dan sangat
mengiris hati jika menyaksikan seorang anak yang begitu keras terhadap ayahnya,
yang sikapnya menunjukkan seolah ia tidak membutuhkan sosok ayah didalam
hidupnya. Jika saja anak itu tau betapa sakitnya ditinggal oleh seorang ayah,
mungkin ia akan berfikir seribu kali untuk menyakiti ayahnya. Jika saja anak
itu tau betapa kesepiannya hidup tanpa seorang pahlawan disampingnya, mungkin
ia akan terus memeluk ayahnya sampai batas akhir usia. Sayangnya penyesalan
selalu datang diakhir waktu.
Saya semakin rindu tatkala ayah
semakin jarang hadir didalam mimpi saya. Entah karena faktor apa dan sebab apa,
yang saya tau bahwa ayah tidak lagi menghiasi dunia dialam bawah sadar saya. Wajah
itu sudah tidak ada didalam mimpi, genggaman tangan itu sudah tidak nyata lagi
didalam kembang tidur. Saat ini saya begitu merindukan ayah yang dulu selalu
mempunyai cara agar saya tersenyum. Saat ini saya begitu merindukan ayah yang
begitu gagah nan berwibawa. Saya begitu merindukan senyumannya. Dengan melihat
senyumnya didalam alam bawah sadar saja, itu cukup membuat saya merasa bahwa
ayah tidak pernah dan tidak akan pernah meninggalkan saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar