Kian hari kecemasan itu kian
meninggi. Hari ke hari aku mengamati perubahan sikapmu, kata per kata ucapan
yang terlontar dari mulutmu membuat rasa cemasku kian menguat. Kali ini bukan cemas
karena kehilanganmu, bukan pula takut kamu akan mempunyai kebahagiaan selain
aku. Tapi aku mencemaskan diriku sendiri. Aku cemas bagaimana jadinya jika aku
sudah kelelahan bertahan untukmu, bertahan untuk mewujudkan semua impian kita.
Semua terasa memuakkan ketika sudah berada diujung garis kelelahan. Aku terus
menapik semua fikiran yang sempat mampir, fikiran yang sempat menyuruhku untuk
menyerah sampai disini saja. Dengan semua amarah dan emosimu yang belum juga
menemui titik selesai, aku sudah mulai kelelahan untuk mengimbanginya. Aku
hampir kehabisan cara agar kamu bisa tenang dan tetap dingin menyelesaikan satu
persatu perkara yang datang.
Aku memintamu berubah menjadi
lebih baik bukan karena aku tidak menerima apa adanya kamu, bukan pula tidak
mampu menerima segala kekuranganmu. Hanya saja aku selalu ingat bahwa semua
perkara yang diselesaikan dengan emosi hanya akan berujung saling menyakiti.
Tidakkah kamu berfikir jika kita hidup bersama nanti? Aku akan selalu
menghadapimu setiap hari, bertemu denganmu setiap detik. Begitupun jika
amarahmu sedang berada dititik didihnya. Jika nada-nada tinggi yang selalu
menjadi pedomanmu menyelesaikan masalah, aku cemas kalau akhirnya pertahananku
tidak lama. Aku cemas jika diawal janji kebersamaan kita, aku sudah kelelahan
menghadapi sifatmu itu. Ini bukan berarti rasaku terkikis, tapi karena rasa
yang begitu besarlah aku memikirkan hal hingga sejauh ini.
Sekarang aku lebih memilih untuk
banyak diam. Bukan karena aku sudah tidak peduli, hanya saja aku sedang
beradaptasi dengan perubahan sikapmu itu. Biarkan aku mereview kembali apa yang
sudah kita lalui hampir ditahun keempat ini. Biarkan aku tetap menjaga keutuhan
hati dengan terus melukis tawa bahagia kita dimasa kemarin sebagai obat penawar
rindu. Jika kamu memang sudah berubah menjadi seorang yang lebih emosional,
setidaknya aku sempat memiliki kamu yang lebih dulu mempunyai sifat lembut,
penenang dan penyayang. Memaafkan jika kesalahan aku lakukan, memeluk ketika
aku merasa ketakutan dan menenangkan ketika kejenuhan rutinitas mulai
membunuhku perlahan.
Ketika aku sudah mulai mengikuti
apa maumu, bukan berarti aku akan meninggalkanmu. Itu salah satu cara agar kamu
menyadari bahwa semua pertengkaran yang terjadi dibeberapa pekan ini membuat
kita semakin jauh. Jika saja aku bisa bicara, “sudahlah, cukup jarak saja yang membuat kita jauh”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar