Kini kamu
memutuskan untuk pergi (lagi). Entah kali ini hanya pergi untuk kembali atau
pergi takkan pernah kembali lagi. Lelah yang sudah berada diambang puncak
memecahkan semuanya, meruntuhkan segala angan yang sudah hampir ditangan. Lagi
lagi kalimat itu yang harus selalu ku baca ditengah percakapan sengit kita,
kalimat yang begitu menohok hingga ke jantung. Mungkin bagimu aku hanya
selentingan perempuan yang hanya pantas menjadi bagian dari masa lalumu, yang
kamu tidak pernah sadari bahwa perempuan ini sudah sangat siap untuk dijadikan
pemberhentian terakhirmu.
Mungkin
bagimu ini mudah. Membiasakan diri untuk berjalan sendiri, tertawa sendiri,
berjuang sendiri. Kamu datang dan pergi sesuka hati, tanpa kamu sadari bahwa
kalimat yang kamu katakan kemarin masih menari-menari didalam fikiranku. Aku
memang masih tidak percaya, tapi inilah kenyataannya. Satu keburukan dan
tingginya keegoisan mampu menghilangkan segala perjuangan yang sudah kita lalui
sama-sama. Kini takkan lagi ada aku. Takkan ada lagi kamu. Takkan ada lagi
kita. Takkan ada lagi deringan telpon darimu. Takkan ada lagi getaran ponsel
berisikan pesan singkat dariku. Takkan ada lagi rengekan manjaku. Takkan ada
lagi pelukanmu. Takkan ada lagi kebersamaan kita . Takkan ada lagi tawa dan
canda kita yang begitu renyah. Kita hanya berujung pada cerita. Saat ini namamu
cukup menjadi perbincangan antara aku dengan Tuhan, menjadi inspirasi antara
aku dengan cerita pendekku.
Nyatanya,
perempuan ini hanya berakhir ditempat pembuangan yang tidak lain dan tak bukan
hanya akan kamu bumihanguskan (perlahan-lahan). Bagian
akhir dari perempuan ini hanya dilupakan, tidak lebih dari itu.
Entah
kebodohan yang mana lagi yang menurutmu itu fatal. Kamu lupa, bahwa perempuan
ini juga manusia yang punya rasa. Bukan batu atau baja yang jika dihantam akan
terus berdiri kokoh.
Segala
kekurangan sudah ku nikmati, dan
kelebihanmu yang begitu luar biasa membuatku berterimakasih. Karena keyakinanku, aku memberikan seluruh bahagiaku. Walau sebenarnya itu hal yang
salah, hingga ketika kamu pergi kebahagiaanku pun ikut terbawa olehmu.
Sejak jam,
menit, detik kamu melepaskanku, sejak saat itu juga rasanya seperti aku tidak berselera mencintai
siapa-siapa lagi. Bodoh? Memang. Tolol? Memang. Tapi begini adanya.
Kamu
memintaku selalu menjadi yang terbaik, menjadi yang sempurna, menjadi yang kamu
mau. Tanpa pernah berfikir, dengan apa adanya kamu perempuan ini mampu menerima
segala baik burukmu. Suka, duka, senang, sulit; perempuan ini selalu telan
sendiri. Dan sekarang kamu melepaskan seorang perempuan hanya karena tidak
dapat menerima segala kekurangannya? Hanya karena ada ketakutan dalam dirimu
yang luar biasa; ketakutan bahwa perempuanmu tidak bisa menjadi yang kamu mau
kelak. Padahal jauh dari hari kemarin, dari lubuk hati seorang perempuan ini
juga menyimpan ketakutan. Tapi apa yang dilakukan? Hanya ditelan sendiri,
berharap semua akan baik-baik saja, meyakinkan diri bahwa pilihannya tepat.
Tapi apa? Sebuah pilihannya mampu meninggalkan hanya karena sebuah ketakutan,
ketakutan yang membuat semua sikap selalu salah dan salah.
Perempuan
yang kamu buang (secara terpaksa atau tidak, secara pura-pura atau tidak) pasti
akan mampu melewati hari-harinya. Selalu akan bisa menata kembali mimpinya
tanpa sebuah pilihan. Selalu akan bisa bertahan dalam kehidupannya. Yang
perempuan ini selalu harapkan hanya sebuah kebahagiaan bagi orang yang dicintainya. Karena aku begitu paham bagaimana kelemahanmu, dan selalu
berharap bahwa kamu akan menjaga diri dengan sebaik-baiknya.
Yang selalu
perempuan ini minta kepada semesta hanya sebuah keberhasilan dalam kehidupanmu.
Agar takkan pernah ada lagi yang merasakan masa sulitmu, agar takkan pernah ada
lagi guratan amarah di wajahmu, agar takkan pernah ada lagi cacian yang keluar
dari dalam mulutmu.
Yang selalu
perempuan ini percaya, bahwa akan ada sosok lain yang pesonanya melebihi dari
perempuan ini. Yang mampu membahagiakanmu lahir dan batin, yang mampu
mengingatkanmu bahwa wujud cinta itu adalah memaafkan, yang mampu menjadi masa
depan terbaik untuk keluarga kecil kalian kelak.
Sekalipun
kamu hanya berpura-pura membuangnya, bisa jadi dia tidak akan pernah pulang
lagi. Karena sesuatu yang sudah dibuang takkan pernah menjadi hal yang berguna
lagi bagi pemiliknya, sekalipun memang berguna
kenapa harus dibuang?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar