Senin, 02 Desember 2013

3rd Anniversary, calon imamku..

Beberapa jam lagi. Tepatnya di hari Selasa, 03 Desember 2013 hari jadi kita yang ketiga. Bukan hal yang mudah ketika harus mencapai sesuatu dalam rentan waktu yang tidak singkat, perlu melewati kerikil-kerikil tajam agar memahami bagaimana jatuh dan sakitnya. Tiga tahun itu bukan waktu yang sebentar dalam fase mengenal, memahami bahkan mengetahui seluk beluk seseorang yang sudah kita pilih.

Kita patut berterimakasih kepada jarak yang mengizinkan kita untuk sebuah pertemuan di tempat yang tidak pernah diduga sebelumnya; tempat menuntut ilmu yang sering ku sebut dengan Sekolah Menengah Kejuruan. Tempat dimana kamu pernah ingin meninggalkannya; jika pada saat itu kamu benar-benar meninggalkan sekolah mungkin saja “KITA” tidak akan pernah tercipta, dan mungkin saja pertemanan pun tak akan pernah ada. Meski jarak yang membuat raga kita terpisah bersama terpaan rindu yang begitu menyiksa, namun jarak pula yang telah menyatukan kita. Menyatukan yang jauh menjadi dekat; berbeda menjadi satu.
Kamu masih selalu menjadi objek dalam setiap tulisanku hingga detik ini, lalu bagaimana mungkin kehadiranmu tidak begitu penting untukku? Awal dimana kita bertemu, dimana kita saling tegur sapa semua tidak terjadi dengan begitu mudahnya. Kamu masih menjadi seseorang yang jauh dari pandanganku, masih menjadi seseorang yang tidak begitu aku pedulikan keberadaannya. Wajar bukan?

Hingga pada saatnya rasa aneh itu mulai bermunculan kala aku dan kamu semakin dekat; sengaja mendekat tepatnya. Rasa itu pun datang bukan satu atau dua bulan setelah pak guru memperkenalkanmu didepan halayak banyak. Namun semua baru terasa ketika hampir 3 tahun kita menjalani tali pertemanan. Pendekatan kita masih dibayangi dengan angan-angan masa lalu, masa dimana kamu belum bisa melupakan dan masa dimana aku belum dapat meninggalkan. Dramatis bukan?

Semua rasa tumpah di tanggal 03 Desember 2010, kamu menyatakan dan aku mengiyakan begitu saja dengan mudahnya. Ternyata masa lalu belum berhenti membayangi kita hingga saat itu, aku yang masih terus dikejar dengan kesalahan masa lalu dan kamu yang masih terus membanggakan masa lalumu sebagai sosok yang terbaik. Sudah ku bilang kisah kita ini tidak mudah, tetapi kita tetap saja keras kepala untuk melanjutkannya hingga nanti; entah kapan.

Dengan dan atas kekeras kepalanya kita, dunia tau bahwa kita mampu melewati hingga sampai saat ini. Berkali-kali kita mencoba melepaskan, berkali-kali juga waktu mampu menyatukan (lagi). Kehilangan membantu kita untuk memahami apa arti dari sebuah kebersamaan, menghargai arti dari sebuah perjuangan. Sebelum kita mampu untuk menjaga hati, kita pun pernah menduakan hati. Sebelum kita mampu untuk menyabarkan dan meredam ego, kita pun pernah berlomba-lomba untuk saling memenangkan amarah. Lalu dibalik itu semua apa yang kita dapat, sayang? Pelajaran? Iya.

Mungkin tanpa sebuah pengkhianatan, tanpa sebuah amarah, tanpa sebuah ego yang sempat membubarkan kita; aku dan kamu tidak akan pernah tau untuk apa kita berjuang. Iya, segalanya butuh perjuangan. Hal kecil saja membutuhkan kesungguhan untuk berjuang; bertemu misalnya. Kita hanya mempunyai satu hari dalam dua minggu, bahkan tidak satu hari hanya beberapa jam; ku ulangi lagi ‘hanya beberapa jam’. Lalu kamu kembali untuk pamit pulang (lagi), meski hati melawan dan berkata “ sebentar lagi saja disini “.

Nyatanya waktu lebih mempunyai kekuatan yang besar, yang dengan tenaga kita tak mampu untuk mengelak bahkan memutarnya. Keikhlasan lah yang mulai berbicara, ikhlas untuk mengalah dengan kejamnya waktu. Mungkin hingga kapanpun waktu tidak akan mengerti besarnya kerinduan kita; kita yang harus selalu mengerti keinginannya waktu. Iya…

Menurutku, masa lalu sudah tidak perlu berada ditengah-tengah kita lagi, biarkan itu menjadi sebuah kenangan tanpa pernah menengok ke belakang. Setidaknya aku ataupun kamu tidak perlu lagi merasakan sakit yang disebabkan oleh masa lalu, karena mereka sudah tidak berhak. Sungguh tidak berhak.

Kamu ingat dengan semua mimpi-mimpi kita? Ingin kesana, ingin itu, ingin ini, bla-bla-bla. Saat ini kamu pasti sedang berusaha untuk membuat impian kita menjadi nyata, bukan? begitu juga denganku. Jika kamu sudah punya waktu barang sedikit, pulanglah sebentar; tengok aku dan katakanlah “aku juga merindukanmu”.

Kali ini, jangan biarkan amarah yang menang. Aku percaya, kita ini lebih kuat dari segala dorongan emosi yang kelak akan menghancurkan dan menimbulkan penyesalan seumur hidup.


Selamat hari KITA ke tiga tahun, calon imamku :)

Happy more than before…

Terimakasih, sudah menjadi pria yang terbaik. Untukku dan untuk kita :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar