Pertemuan yang
membahagiakan. Mengundang tawa setelah berhari-hari kita melawan amarah, menciptakan
peluk setelah berhari-hari kita bertarung hebat dengan kekuatan ego. Dua hari
yang lalu tepatnya, aku masih diizinkan untuk melihat matamu yang menyipit
ketika kamu tertawa. Senyummu yang mengembang saat kata-kata konyolku
terlontar. Rasanya aku tidak ingin mengakhiri malam pada hari itu. Jika saja
aku bisa menahan waktu agar bisa lebih lama denganmu, aku akan lakukan semauku.
Sayangnya, itu hanya sebatas imajinasiku.
Malam itu setelah pijakan
kaki sudah berada dikediamanku, kita duduk untuk beristirahat mengatur nafas
yang kian memburu. Kamu yang kelelahan karena mengemudikan sepeda motormu, dan
aku yang kecapaian karena kebawelanku sendiri. Kamu bertanya apakah aku bahagia.
Aku ingin mengatakan “seperti ini. Seperti sekarang ini. Duduk berdua denganmu.
Kamu nyata terlihat disampingku. Menatap raut wajah dan senyum mengembangmu. Melihat
deretan gigi yang tampak rapi ketika kamu tertawa. Itu sangat membahagiakan.”
Tetapi malah aku hanya mengatakan,
“aku bahagia sekali. Jika tidak bahagia, aku tidak akan bertahan sejauh ini
denganmu.” Aku kembali bertanya, apakah kamu bahagia. Dia mengatakan, “bahagia
sekali. Jika tidak bahagia, aku sudah menggandeng wanita diluar sana”.
Kamu masih dengan wajah
serius; kita sama-sama memperbincangkan rancangan masa depan yang begitu
tertata. Kamu ingin ini, ingin itu, bilang ini, bilang itu, janji ini, janji
itu. Dibalik ribuan kata yang kerap kali aku dengar, ada satu do’a yang tidak
henti ku dendangkan dalam hati, “semoga
kamu membuktikan itu semua, semoga kamu membuktikan itu semua, semoga kamu
membuktikan itu semua”.
Kamu, dengar ini. Aku memang
bukan tipe wanita yang senang berjanji bahkan aku bukan wanita yang pandai
merayu. Tidak jarang aku selalu diam ditengah-tengah obrolan kita, memang. Rasa
bingung selalu menghampiri di seberang telpon sana. Bukan berarti aku tidak
sayang apalagi cinta. Hanya saja untuk berkata banyak, aku belum terlatih. Kamu
tau bukan? Untuk berbicara didepan halayak banyak saja, aku harus mempunyai
kekuatan besar untuk melawan rasa gugupku.
Sedikit bicaraku bukan
menandakan bahwa rasa sayangku pun sedikit pula, namun itu hanya sebuah
karakter yang melekat jelas didalam diri.
Disini aku hanya mampu
menjaga setiaku. Karena aku tau betul bahwa ada hati yang masih harus ku jaga;
kamu. Aku banyak mengenal pria dilingkungan luarku saat ini, tetapi apakah aku
tergoda? Ayo tebak…
Ketika malam semakin larut,
kamu pamit pulang pun sudah tidak bisa terelakkan. Kecupan yang selalu mendarat
dikeningku, membuatku semakin tidak ingin lagi kamu pergi. Disini saja. Temani hari-hariku.
Berada dalam pelukanmu ketika mata terbuka lebar kala mentari pagi mulai
menyapa. Bergenggaman hangat kala dingin mulai menusuk tulang rusuk.
Rintik hujan membangunkanku dari
lamunan, dan tersadar bahwa kamu sudah lenyap dari pandangan malam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar