Jumat, 29 Mei 2015

Dia Dia Dia ...


Dia berpisah bukan karena kehendaknya sendiri tetapi karena ketentuan. Ketentuan yang dibuat oleh orang-orangnya. Dia berhenti mencintai bukan karena keinginan sendiri tetapi lebih berkorban demi seseorang yang menjadi prioritasnya. Dia pergi menjauh bukan dari dorongan hati tetapi lebih ke arah ingin menghormati keputusan. Sekalipun dia kembali, itu bukan kesalahannya tetapi hanya sebagai ujiannya. Sekalipun dia kembali, dia membuktikan bahwa cintanya tidak termakan oleh massa. Diam-diam rasanya tetap menetap disitu; direlung hati yang paling dalam, ditempat tersembunyi yang tidak pernah satupun orang tau. Sekalipun dia kembali, dia membuktikan bahwa garis jodoh memang benar adanya. Sekalipun dalam kurun waktu bertahun-tahun dia menjalani untuk melupakannya, takdir akan membawanya pulang ke tempat asal jika memang tertulis dilauhul mahfudznya.

Ketika takdir berbicara, tak ada lagi yang mampu mengelak. Sekalipun harus berlari keujung dunia, takdir akan tetap  menjadi ketetapan yang harus dijalani. Tanpa bantahan tanpa penolakan. Sekalipun dia sudah bersanding dengan pengganti yang katanya sangat dicintainya, jika hati belum bisa melepaskan maka langkah akan selalu terpaut tak peduli seberapa jauhnya.

Aku tidak bisa menyelami ikatan hati antara mereka yang katanya sudah terlampau lalu. Aku berada ditengah-tengah kisah mereka yang masih menggantung. Entah kata sudah melupakan itu adalah bagian dari sandiwara atau benar-benar realita adanya. Aku menjadi pendengar setia kala dia selalu disebut-sebut namanya, ketika cerita terus mengalun semakin menusuk relung. Senyum getir terus menghiasi wajah topengku, memang tak ada airmata disitu; tapi disini masih terasa sakit walau tidak berdarah. Entah dia tidak memahami atau berpura-pura tidak tau bahwa disini ada aku yang menahan sesak.  Masa dimana dia masih selalu membangga-banggakan sosok dirinya dihadapanku, masa dimana semua cerita yang lalu terus dia gambarkan jelas didepan mataku, masa dimana satu persatu kalimat tentangnya memenuhi pendengaranku; aku masih saja diam tak bergeming hingga dia menyelesaikan ceritanya.

Saat ini aku baru memahami alasan kenapa saat itu dia masih terus terbayang akan kilaunya masa dimana mereka bersama. Saat ini aku baru mengerti alasan kenapa masih ada nama dia yang hari-harinya sudah bersamaku. Karena mungkin memang perpisahan yang tidak dikehendaki oleh hati sendiri akan terus teringat sampai hati mengizinkan untuk melepaskan. Karena mungkin memang perpisahan akibat keputusan yang berbeda akan membawa dilema yang berkepanjangan. Ketika di masa yang akan datang nanti dia kembali, jangan pernah menyalahkan keadaan apalagi insannya. Karena pada hakikatnya kata perpisahan bukan tercipta untuk selamanya, bisa saja itu hanya sementara dan di lain waktu akan dipersatukan kembali.

Perpisahan yang dibuat sendiri saja selalu mungkin untuk kembali dan memperbaiki yang lalu. Bagaimana dengan ini? Perpisahan yang tidak diinginkan tetapi harus terjadi hanya karena pertentangan. 

Aku akan memaklumi dan mengerti. Jika aku diberi satu kesempatan untuk berbicara. Sudahlah, meski kenangannya tidak dapat dilupakan tetapi menjaga perasaan juga tak kalah penting. Bukankah katamu saat ini adalah yang terbaik? Jika memang benar, berhenti menyebut namanya dan mulailah menatap dalam-dalam mataku karena masih ada perasaan didalam sana yang terus kamu abaikan, yang belum pernah kamu coba untuk mengerti, yang belum pernah kamu tau. Dan jika ada waktu, lihatlah sebentar lukaku maka kamu akan tau sudah seberapa dalam goresan yang kamu lukis ditengah ceritamu mengenang dia.

Selasa, 26 Mei 2015

akankah dijadikan pemberhentian terakhir?

Kepada kamu yang membuatku jatuh hati dan mampu menyembuhkan luka hati. Kepada kamu yang membuatku ingin berhenti mencari. Kepada kamu yang penuh dengan teka-teki. Entah apakah kamu menjadikanku tempat pemberhentian terakhir atau hanya sebagai persinggahan dan tempat bersenang-senang. Entah masa depanmu tertuju padaku atau hanya sekedar kilasan bayangan yang kelak akan hilang dimakan waktu. Mungkin saja esok hari kita merasa lelah dengan perjalanan yang sudah terlampau jauh ini. Mungkin saja esok hari kamu menemukan hal yang lebih menawan dan membuatmu tergoda untuk mencoba ke hal yang lebih menarik. Semua tak bisa terelakkan ketika fase itu datang sebagai ujian.

Namun ingatlah, ingat setiap sudut perjuangan yang sudah dilalui ketika ingin pergi dan meninggalkan. Pahamilah setiap komitmen dan kesepakatan yang terlanjur terucap kala bunga sedang mekar-mekarnya direlung hati. Pahamilah setiap makna dari satu kalimat ikrar yang selalu diulang kala kebahagiaan sedang menghampiri. Setiap orang berpotensi untuk mendua, berkhianat dan menjadi pendusta sekalipun. Semua kembali lagi kepada hati, semua kembali lagi pada pilihan. Seperti halnya setiap orang berpeluang untuk menjadi jahat, tinggal memilih ingin hidup damai dalam kebaikan atau resah dalam keburukan. Akupun tidak bisa memaksa untuk kamu selalu berada disini, bersamaku menjalani hari. Namun, akankah kamu menyerah begitu saja kala bunga diluar sana lebih harum nan menawan? Akankah kamu berpaling dengan begitu mudahnya kala keanggunan fisik mampu membuat matamu puas didalam penglihatannya? Bukankah kita selalu percaya, bahwa rasa yang kita punya itu kuat melebihi apapun. Takkan pernah ada yang mampu menghancurkan bahkan menggeser cinta kita sekalipun itu ego yang kita buat sendiri.

Boleh jadi seseorang yang kamu temui, seseorang yang kamu anggap lebih cantik, seseorang yang kamu lihat lebih menarik, seseorang yang kamu fikir akan lebih menyenangkan, seseorang yang bahkan kamu rasa akan lebih sempurna. Boleh jadi takkan pernah ada yang sama sepertiku. Ada baiknya jika kita melengkapi setiap kekurangan, menyatukan tulang rusuk hingga menjadi sempurna. Jika ikrar terdahulu sudah mulai memudar, aku bersedia untuk membuatnya agar seperti pertama kali kamu mengatakan telah jatuh hati padaku. Jika harapan dan asa mulai mengendur, mari kita kuatkan lagi hingga semua berhasil menjadi nyata. Jangan melihatku dari ketaatan karena aku masih begitu jauh untuk disebut ahli ibadah. Jangan melihatku dari keanggunan paras karena rupawanku masih sangat tertinggal jauh dibandingkan dengan bidadari-bidadari Surga. Terima saja aku seperti sekarang ini. Meski tidak sempurna tetapi aku ingin belajar menjadi yang terbaik; yang mampu memahami setiap inginmu, melewati pahit manis kehidupan setia bersamamu, mengiyakan setiap aturanmu sebab ingin merasakan Surga denganmu.
 
Jika kelak kalimatku ini tidak mampu menggubris obsesimu untuk mengejar dan merayu seseorang yang lebih baik dari diriku, do’a dan restu akan menyertai kepergianmu. Semoga kamu selalu bahagia dan menemukan tulang rusukmu. Jika kalimatku ini tidak mampu membuatmu berhenti disini, senyumku yang akan terus mengiringi langkah pelepasanmu.

Aku hanya ingin membuatmu mengerti, bahwa dengan tetap mencintai dan bertahan di ambang perasaan yang semakin gelap takkan pernah menjadi hal yang akan disesali kelak. Denganmu aku rela melewati banyak waktu dan aku tidak pernah menyesali, sebab bersamamu aku merasakan kedamaian yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Mengemis kepergianmu bukanlah menjadi tipe identitasku, biar setiap perbuatan dan perjuangan yang ku lakukan akan menjadi bahan pertimbangan untukmu tetap berada disini. Jangan pernah berfikir bahwa hanya kamu yang berpeluang untuk mencari hal yang baru dan membagi hati sesuai nafsu yang membisikkan. Terkadang akupun dihantui oleh rasa seperti itu, tetapi aku selalu mengabaikannya. Karena aku tau kemana aku harus bermuara, kemana hatiku harus pulang pada tempatnya. Saat ini aku sudah memilihmu dan biarkan tetap memilihmu. Urusan perasaanku terbalas atau tidak, urusan kamu akan menjadikanku pemberhentian terakhir atau tidak; biar itu menjadi rahasiamu dan Tuhan saja.

Aku hanya menjalani sesuatu yang sudah diberikan, mensyukuri setiap keadaan yang berada didepan mata. Perihal impian akan menjadi nyata atau tidak, biar itu menjadi perkara belakangan. Saat ini yang aku tau hanya bermimpi dan berusaha sekuat yang aku bisa.

Hari ini aku begitu merindukanmu. Perkara kamu merindukanku juga atau tidak itu bukan urusanku.

Rabu, 13 Mei 2015

I miss you bad...

Rasanya airmata sudah habis, tubuh sudah lupa dengan rasa lelah; tapi ingatanku tidak pernah luput dari semua tentangmu. Tidak ada satupun yang aku sesali, aku hanya menyayangkan waktu yang begitu banyak terbuang sia-sia. Dimasa kecil dulu aku begitu punya banyak cita-cita, ingin ku wujudkan semua bersamamu. Ketika lulus Sekolah Dasar aku ingin melanjutkan ke pendidikan sesuai dengan kemauanmu. Saat Madrasah Tsanawiyah menjadi pilihanku itu adalah pilihanmu juga. Ketika beranjak remaja aku mulai ingin memutuskan segalanya sendiri, rasa keingintahuanku semakin tinggi dan kata-katamu pun terkadang tidak aku gubris. Tapi aku begitu senang ketika kamu memberikanku keleluasaan untuk bergaul pada lingkungan yang lebih luas.

Aku selalu ingin menunjukkan kemesraanku denganmu dihadapan mereka, aku ingin menunjukkan bahwa aku begitu bangga memilikimu. Ketika pengambilan nilai pertama di Sekolah Kejuruanku, aku bahagia ketika nilaiku mampu membuatmu tersenyum. Dari situ tekadku semakin kuat untuk menjadi gadis kebanggaanmu. Aku selalu mengutarakan semua inginku kala kita sedang duduk berdua, bercerita semuanya seolah kamu akan terus menemaniku selama yang aku minta. Banyak permintaan dan harapan disitu dan banyak juga asa yang hanya sekedar jadi angan.

Aku tidak pernah terbayang bahwa kepergianmu akan sekilat ini. Hanya dua bulan waktu yang tersisa setelah kamu divonis ini itu. Dua bulan menjadi moment ter-shock bagiku. Kamu pergi tanpa pesan, tanpa kata, tanpa ungkapan. Kamu pergi dengan mata yang begitu terpejam rapat, seperti mengisyaratkan bahwa kamu memang sudah terlalu lelah dengan kefanaan hidup yang begitu membutuhkan kelapangan hati. Kamu pergi dengan tubuh bersih dan masih terlihat gagah. Kamu meninggalkanku dengan teka-teki yang mau tidak mau harus ku pecahkan sendiri. Kamu pergi dariku dengan menyisakan harapan yang harus ku wujudkan dengan keringatku sendiri. Tapi aku pasti mampu untuk itu.

Hari ini aku sedang begitu merindukanmu. Ingin sekali aku memelukmu, menceritakan semua hal yang terjadi selama tidak ada kamu. Ingin sekali aku mengulang masa dimana berbincang dan tertawa menjadi hal yang paling menyenangkan melebihi apapun. Kemustahilan ini membuatku semakin merindukanmu, ketidakmungkinan ini membuat dadaku semakin sesak akibat menahan rindu. Setiap kali ada hal yang berkaitan tentangmu, setiap kali aku mengamati motormu; mataku selalu berkaca-kaca seakan hati masih tidak percaya. Selama ini aku hanya menganggap bahwa kamu pergi untuk sementara bukan untuk selamanya.

Beberapa hari ini aku selalu menggigil ditengah malam, aku bertanya pada ibu kenapa aku sering seperti itu lalu kata ibu “itu tandanya sedang ada yang mendekatimu, mungkin ayahmu atau keluargamu yang lain”. Ah ayah, aku senang ketika mendengar itu. Aku senang jika pada tengah malam itu ayah mendekatiku, apakah ayah juga rindu? Jika aku boleh meminta jangan dekati aku terus jika itu mempengaruhi pertahanan daya tubuhku yaaa, karena disini aku juga memerlukan kekuatan untuk beraktivitas. Jika kamu ingin mengajakku pergi dan tinggal bersama lagi. Nanti dulu ya yah, bukannya aku tidak mau hanya saja aku masih harus menyelesaikan studiku. Aku masih harus mewujudkan cita-citamu, aku masih harus merealisasikan impianku, membahagiakan ibu dan membuatmu bangga disana. Ketika nanti tugasku disini sudah selesai dan Tuhan menyuruhku untuk pulang, aku akan segera menyusul ke tempat terindahmu.

Tunggu aku ya yah. Atas seizin Tuhan dan jika sudah waktunya kita akan menyatu di Surga-Nya Tuhan tanpa perlu takut akan waktu yang memisahkan (lagi).


Faithfully,

Your Girl