Sejujurnya, aku benci
dengan tipe wanita macam itu. Segampang itukah ingin merebut hati laki-laki
yang jelas jelas sudah mempunyai kekasih? Apakah semurah itu derajat seorang
wanita dengan mengejar-ngejar cinta seorang kaum adam dengan sebegitunya? Apakah
sebuah keharusan atau sebuah kebanggaan jika berhasil merampas sesuatu yang
jelas-jelas bukan miliknya? Aku wanita dan dirinya pun wanita, harusnya wanita
itu paham bagaimana perasaan seorang wanita jika laki-lakinya terus digoda oleh
wanita lain. Harusnya wanita itu mengerti bagaimana harus bersikap, bagaimana
harus saling menjaga hati sesama perempuan. Sejujurnya aku ingin marah, namun
apa hakku? Kembali lagi, aku harus menyadarkan diri bahwa melarang seseorang
jatuh cinta itu bukanlah tugasku. Cinta itu anugerah dan bukan semata-mata
kemauannya. Memang, memang semua itu benar adanya. Cinta itu rasa alami yang
tumbuh dari relung hati, tetapi yang ku pertanyakan adalah; apakah sikap yang
tetap ingin merebut hak orang lain juga sebagian dari takdir yang disebut
anugerah juga? kurasa tidak, sama sekali tidak.
Itu hanya sebuah hawa
nafsu, yang pada hakikatnya cinta itu bukan suatu paksaan. Dia datang dan
mengalir begitu saja, semakin tenang jika dijaga dan akan semakin berontak
ketika tidak diperlakukan dengan semestinya. Aku tidak bisa memaksakan segala
kehendakku agar kamu selalu bersamaku, yang aku tau jika kamu sungguh-sungguh
maka seribu wanita yang datangpun bukan suatu halangan bagimu untuk segera
menghalalkanku. Aku hanya menganggap ini sebagai ujian diseperempat tahun
kelima kita. Kekhawatiran itu masih ada, tapi aku lebih memilih untuk
menyerahkannya kepada Tuhan saja. Penentangan dalam hati pasti ada, tapi aku
masih percaya dengan kebaikan Tuhan yang takkan pernah mengecewakanku. Jadi,
aku lebih memilih untuk tetap melangkah menatap masa depan dengan mata terbuka.
Aku berhenti berkhayal dan lebih memilih menatap realita. Hidup semakin
memberikan aku kesadaran bahwa cerita yang sedang ku perankan ini bukanlah
cerita di negeri dongeng yang bisa kapan saja dapat diubah sesuai dengan
kemauanku.
Terlebih soal kamu. Aku memelukmu
setiap hari melalui do’a do’a yang selalu ku semogakan diakhir kalimatnya. Mungkin
saja akan ada hal yang lebih menyebalkan dari sesuatu yang kamu ceritakan
semalam, mungkin saja akan ada hal yang lebih menyakitkan nanti. Aku menerima
semua kebarangkalian, dan aku selalu belajar untuk menyimpan rapat-rapat rasa
khawatir dari kata “kebarangkalian” itu dengan fikiran yang baik-baik saja.
Aku percaya bahwa kamu
takkan pernah menghancurkan kepercayaan yang sudah kita bangun lebih dari 1800
hari ini, kalaupun harapanku ini sia-sia aku masih berhak bersyukur karena
Tuhan telah memberitahu siapa dirimu dan seberapa besar cintamu…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar