Rabu, 26 Juni 2013

Kamu...

Diselimuti cuaca sore yang mendung, hatiku masih berkabut dalam hantaman rindu dan terpojok dalam siksaan pilu. Ada satu getaran yang menandakan bahwa ada pesan dari ponselku, dengan sigap dan penuh rasa penasaran ku buka dan ku baca lalu seketika mukaku memerah padam. Ku lihat dipinggir arah kiri jalan ada sosok lelaki yang sedang menunggu dengan kendaraan tampannya itu, ku abaikan ponselku lalu ku mulai berjalan mendekati sosok gagah itu dengan satu persatu langkahku. Dari kejauhan sekitar beberapa centimeter, ada senyuman yang mulai membuyarkan fokusku dan tak ragu senyumku pun segera membalasnya dengan senang hati. Sosok lelaki itu yang beberapa hari ini berhasil menyibukkan aktivitas dalam ruang otakku, aktif berlari dan berotasi sepanjang waktu tak kenal pagi atau malam. Ku mulai menaiki kendaraan motor bersamanya iya berjalan menerjang hujan yang mulai marah dan menghantam angin yang dinginnya mulai menusuk tulang. Dalam kurun waktu yang tidak singkat pertemuan baru terjadi lagi di hari ini, entah jika sudah bersamanya seakan pilu dihati punah dan sakit disekujur badan sekaligus terobati. Harus ku akui sosok lelaki ini yang menjadi obat paling ampuh dikala aku terhempas, namun dia bisa menjadi racun yang sangat mematikan sekalipun.
Menjalani hubungan dalam jangka waktu 30 bulan itu bukan waktu yang singkat. penuh dengan permainan, dengan derai airmata, dengan segala ketakutan yang berujung pertengkaran, dengan berlomba-lomba memenangkan keegoisan, hingga pada akhirnya kami menyadari bahwa satu sama lain saling membutuhkan. Panggilan romantis itu  seketika menghentikan lamunanku, dan tak sadar kita berhenti pada rumah makan disamping kanan jalan tepatnya. Dengan duduk yang sangat berdekatan jantungku berdebar keras seperti jatuh cinta pertama kali, dengan suasana hati yang bahagia ku datarkan raut wajahku sambil menyantap makan malam yang sudah disediakan dan tersusun rapi dimeja. Sesekali ku menengok wajahnya ku pandangi lekat-lekat dan rasanya ingin sekali ku peluk dekap dan tak membiarkannya pergi lagi untuk selama waktu, saat pandangan mata itu bertemu ku tak kuasa untuk menatapnya dan segera ku  tundukkan pandanganku dan mulai asik dengan hidangan makan malam itu. Menurutku hal seperti ini saja sudah merupakan moment romantis yang bisa kujadikan cerita dalam lembaran lembaran kertas yang sudah siap menunggu untuk kupahat dengan jemariku. Aku tidak mendambakan sosok yang sempurna, yang tampan, yang gagah, yang bermateri banyak dan menawan dipandang orang. Cukup dengan berjiwa humoris, berlaku apa adanya dan sederhana saja itu sudah membuatku jatuh cinta sebegini rupanya, lalu apa lagi yang dicari? Kesempurnaan? Menurutku kesempurnaan akan tercipta ketika kita sama-sama mampu mengisi kekurangan dengan kelebihan satu sama lain dan menerimanya dengan tulus. ~~

Namun kecintaanku terhadap sosok lelaki itu tak pernah bisa mengalahkan cintaku kepada Sang Penciptaku, yang Maha Mempertemukan, yang Maha Membolak-balikkan perasaan. Aku simpan perasaan cinta ini dalam dalam disudut ruang hatiku, bahkan tak sedikitpun aku memberikan celah untuk orang lain memasuki ruang hati yang sudah terisi ini. Setelah makan malam itu usai ku bergegas kembali ke rumah, dalam perjalanan rangkulan hangat itu tak ku biarkan lepas barang sedikitpun. Aku terlalu menyayanginya hingga untuk ditinggalkan beberapa hari saja rasanya enggan, aku ini terlalu merindukannya hingga untuk pertemuan selama apapun akan berasa kurang, entahlah ~~ ketika waktu perpisahan itu mulai dekat rasanya ingin ku cegah, rasanya ingin ku tebas jarak ini. Tatapan mata itu mulai membisukan bibirku, genggaman tangan itu mulai meluluhlantakan hatiku, dan sentuhan yang mendarat dihidungku itu mulai menyesakkan dadaku. Kerinduan itu semakin menusuk tulang rusukku, rasanya ingin ku dekap dan berkata jangan pergi namun tubuhku seakan tak punya daya dan tetap mengizinkan waktu untuk memisahkan kita kembali. Ku membalikkan badan sebentar sambil mengusap airmata rindu, lalu kutatap wajah itu lagi sambil berkata lembut “hati-hati sayang... kita bertemu lagi di lain kesempatan” dan kemudiaaaaan senyuman itu kembali menderaskan airmataku dalam hati, dengan wajah tegasnya dia berkata “baik-baik disini sayang dan jaga kesehatanmu...” aku hanya mengangguk pelan dan sangat terasa bahwa kerinduan itu semakin menusuk menembus kedalam tubuhku dan hampir mematahkan tulang rusukku. Hingga tiba sosok lelaki itu lenyap dalam pandangan, ku tutup pagar rumahku dengan berat hati sambil berharap lelaki itu akan baik-baik saja dalam perjalanannya dan aku disini masih terus menanti pertemuan manis itu terjadi lagi dalam hitungan waktu yang tidak singkat... ~~

Jumat, 14 Juni 2013

Ayah, you’re my hero


         Sosok yang tak pernah luput kusebut sebut dalam do’a tak lain salah satunya adalah ayah tercinta, tak lelah aku meminta kepada sang pencipta untuk kebahagiaannya di selimut surganya Tuhan yang jauh disinggah sana. Ayah ku ini pahlawanku, semangatku dan super heroku, tanpa ayah dan ibu aku bukan apa apa dan bahkan tidak akan pernah berada didunia fana ini. Dengan ikhlasnya ayah mengajariku bagaimana caranya berjalan sewaktu kecil, memarahiku dengan sayang sewaktu aku salah, membangunkanku dikala aku terjatuh, tetapi tak jarang juga aku membantah apa kata ayah, selalu menyakiti perasaannya dan seringkali membuat guratan emosi dari wajahnya. Ah.. anak macam apa aku ini? Sebegitu teganya membuat ayah marah dengan segala tingkah laku konyolku. Dari segala kenakalanku ayah tetap tidak pernah membenciku seperti halnya orang lain, ketika aku melakukan kesalahan ayah memang marah namun setelah itu ayah menasehatiku yang seketika membuatku bungkam seribu bahasa hanya dengan mendengar bait perbait kalimat yang keluar langsung dari bibirnya. Semasa aku menjadi seorang pelajar Sekolah Dasar, ayah tidak pernah absen untuk selalu mengecekku di sekolah dan menjemputku lalu menungguku dengan sabar. Kenapa ku katakan ayah itu super hero? Karena dengan segala lukisan lelah pada wajahnya, ayah tidak pernah mengeluh sedikitpun bahkan selalu tetap berjalan dengan gagahnya dan sambil bilang “ ini anakku yang paling jelek tapi sosok kebanggaanku “. Lihatlah betapa tulusnya ayah tetap mengakui aku kebanggaannya padahal kesalahan yang selama ini ku perbuat sangatlah banyak dan bahkan tidak dapat terhitung.



Hari berganti dan kumulai tumbuh dewasa, semakin dewasa kepribadianku semakin tak terkendali. Terkadang aku meminta sesuatu dari ayah dan harus selalu dilaksanakan, tetap tak jarang juga ayah menolak permintaanku itu. Hingga akhirnya ku tersadar bahwa penolakannya merupakan suatu pembelajaran bahwa aku harus mandiri dan tidak selalu bergantung, namun apa yang ku lakukan? Yang ada aku marah kepada ayah tanpa tau alasannya ayah melakukan hal itu apa sewaktu dulu. Ah.. kenapa penyesalan itu selalu datang diakhir ketika semuanya telah terlambat?



Teringat saat aku sedang duduk berdampingan dengan ayah, aku mulai pembicaraan tentang masa depanku. Dengan polosnya aku bertanya kepada ayah “ yah, kamu ingin aku menjadi apa di masa depanku nanti? “ lalu ayah hanya bilang “ jadilah dirimu sendiri “. Aku sungguh tak mengerti dengan sebuah jawaban ayah itu, ku bertanyalah maksud dari sebuah jawaban itu. Lalu aku terdiam mendengar jawaban ayah “ jadi dirimu sendiri dengan tidak pernah iri pada segala apa yang orang lain punya, syukuri apa yang ada pada dirimu sekarang karena ayah tau kamu punya kelebihan yang tidak orang lain punya.             Ayah ingin kamu memiliki pendidikan yang tinggi dan jangan pernah mengeluh yaaa dengan apa yang terjadi “ seketika air mata jatuh dalam hati, serasa sesak didada dan sekuat tenaga ku simpan semua baik baik tak boleh ayah tau. Aku melihat ada kelembutan dalam ketegasannya, ada kasih sayang yang sangat dalam dari semua amarahnya, ada ketulusan dari sudut matanya yang terus menatapku dengan hangat namun ayah tetap duduk dengan tegak dan gagahnya seakan tak mau memperlihatkan kelembutan itu. Ah andai saja aku boleh meminta kepada Tuhan untuk bisa terus bersama sama mereka yang kucintai termasuk Ayah, tanpa ada sebuah kenyataan yang memisahkan aku dengan mereka.



Takut kehilangan itu mungkin biasa bagi dunia namun tidak bagiku, kehilangan hero dalam hidup itu awalnya aku sebut dengan awal kedepresian. Sempat terbesit bagaimana aku mampu bertahan hidup tanpa pahlawan kehidupan, bagaimana aku mampu menahan rindu tatkala keinginan bertemu kian mendorong hati. Berbagai pertanyaan singgah dan terus memutar-memutari otakku, namun jawaban atas pertanyaan tersebut tidak ada titik temu. Aku jalani hari sambil menentang segala ketakutan yang menggelayuti nadiku, yang terus menyesakkan nafasku, yang berhasil menghabiskan waktuku hanya untuk berfikir. Aku begitu terlalu mencintaimu ayah, hingga rasanya ketika akan kehilanganmu seakan darahku berhenti mengalir, nadi seakan berhenti berdetak. Aku mengunci rapat rapat ketakutanku, aku simpan semua dalam dalam kegelisahanku hingga pada akhirnya tiba waktu ayah untuk pulang ke pelukan Illahi Rabbi. Seakan sekujur tubuh luluh lantak lemas tak berdaya, menahan diri untuk tetap berdiri kokoh saja aku tidak mampu. Air mata mengalir deras dari sudut mata, sekuat tenaga untuk menahan namun semakin deras hati meneriakkan nama ayah “ kenapa harus secepat ini disaat aku baru ingin memulai kehidupanku? Disaat aku baru ingin melangkah untuk membahagiakanmu? “ penyesalan tak ada hentinya saat semua telah terlambat pergi.



Dengan kepergian sang ayahlah aku mulai mengerti seberapa pentingnya arti menghargai? Seseorang baru akan menyadari pentingnya dia dalam kehidupan saat kita benar benar kehilangannya. Itu ~~ serasa sembap mataku ketika mengingat segala tentangmu yah, jangan bilang ini berlebihan yah tetapi ini ungkapan penyesalan atas kenakalanku selama waktu ini. Sudah kususun dengan rapi citacitaku bersamamu, di kerutan wajah lelahmu sudah ku rangkai masa depan yang indah kelak hanya untukmu dan ibu yah setidaknya bisa mengobati rasa lelahmu selama ini. Kini semua harus ku kubur dalam dalam,  melihat senyummu dalam bingkai foto saja bagiku itu sudah cukup menyejukkan hati dan sekarang giliran aku yang mendo’akan kesejahteraanmu di pelukan Tuhan, kelak kita bertemu dalam keabadian surga-Nya Allah. Tunggu aku :)

Rabu, 12 Juni 2013

Pertemuan

Dalam jangka waktu beberapa minggu pertemuan terus dihalangi oleh keangkuhan jarak, seakan jarak tidak mengizinkan untuk sebuah pertemuan terjadi dalam sapa renyahnya. Setiap malam selalu mendekap dalam dinginnya rindu menusuk rusuk, mengingatkan pada kisah kisah yang menjadikan sebuah tawa canda, lalu dituangkan dalam tulisan cerita nyata. Unik dan menyenangkan ketika kita mampu untuk mencurahkan segala rasa dalam sebuah lantunan kata kata, seakan bait bait menari dalam ruang otak dan meminta untuk dituliskan beserta dengan harmoni syairnya. Dalam rindu aku memeluk seorang terkasih dalam lengan do’a berharap jarak dapat tunduk dalam keangkuhannya, dan bersimpuh lutut membukakan jalan untuk sebuah pertemuan yang tertunda.
Akhirnya pertemuan itu terjadi, namun sebuah pertemuan terasa tidak spesial ketika cemburu lebih dulu membakar bara dalam diri. Sebuah keadaan hati yang sedang tidak baik, ketika perasaan sedang tidak tenang, dan dengan sikap seorang terkasih yang terlalu welcome membuat perasaan semakin tak menentu yang mengakibatkan wajah terlihat marah padam dalam senyum terpaksa. Dalam malam aku terasa sibuk membenahi kepingan hati yang mulai terjatuh dan hampir hancur, aku satukan kembali dengan kawanan hati hati yang lainnya agar kembali kokoh seperti semula. Namun dalam teriknya siang berkumpul dengan sejumlah orang orang disekelilingku, rasanya aku sibuk untuk menyembunyikan serpihan hati itu di pojok kanan hatiku dan sambil mengumpulkan ketegaran untuk berkata “ aku baik baik saja “ J ah diriku ini terlalu munafik sekali, namun memang itulah yang harus dilakukan agar mereka tidak melihat kerapuhanku. Iya ~~
Meski jarak selalu mengakibatkan luka didalamnya namun tak ada yang bisa menyalahkan jarak, karena jarak telah menemukan cinta dan tanpa jarak sebuah pertemuan tidak akan terjadi. Jika pertemuan telah terwujud wajarlah jika sebuah ketakutan itu terjadi untuk sebuah perpisahan, lalu siapa yang harus disalahkan? Jarakkah? Keadaankah? Atau perpisahankah? Tidak untuk semuanya, dalam kisah ini tidak ada yang perlu dipersalahkan. Yang hanya bisa meleburkan keangkuhan jarak adalah sebuah kesetiaan, kesetiaan untuk menjaga hati, kesetiaan untuk menunggu, kesetiaan untuk menjaga mata dan perilaku. Sebenarnya tak ada yang sulit dalam sebuah kesetiaan, kamu hanya perlu menyiapkan hati untuk terluka dan berbahagia pada akhirnya. Simple kan? Iya kamu harus siap terluka ketika lamanya menunggu, siap terluka ketika kenyataan tidak sesuai dengan harapan dan mimpi-mimpi. 
Dalam angkuhnya jarak aku belajar untuk sebuah kesabaran dalam pertemuan, aku belajar untuk sebuah penjagaan hati yang dinamakan kesetiaan, aku belajar mengobati sakitku sendiri karena rindu yang mendera. entahlah sudah berapa banyak kepingan kertas yang kulukis kata per kata dalam senandung syairnya tentang dirimu, sayang. aku merindukan suaramu diujung telpon sana seperti dulu kita saling sapa dalam lengah waktu, kita meneriakkan canda tawa dalam sejuknya malam, kita membuat iri daun daun yang berjauhan dengan kebersamaan kita. manis bukan? jarak bukan suatu halangan bagiku, karena bersama lengan do'a aku sampaikan tiupan rindu yang ku bisa pastikan selalu mengelilingi hari-harimu, bersama lengan do'a ku titipkan dirimu kepada Tuhan agar kamu senantiasa baik baik saja disana dan mungkin saja Tuhan bosan dengan semua do'aku tentangmu. iya ~~ dalam guratan senyumannya bulan dan bintang dimalam ini, aku terus menceritakan padanya tentang kebersamaan kita selama waktu ini. bagiku mencintaimu dalam diam itu mengasyikan, aku bisa menyimak segala ketakutanmu jika ku menghilang dan bagiku itu bukan sebuah kekhawatiran namun sebuah keharmonisan hubungan yang sederhana, dalam marahmu aku pun juga bisa melihat keromantisan. hanya satu pintaku untuk Tuhan saat ini, izinkan agar kita tetap menyatu hingga selama waktu dan dalam keabadian nanti. semoga ~~ :)

MAAF, AKU TIDAK SEMPURNA

MAAF, AKU TIDAK SEMPURNA

Sering kali aku bertanya, apa yang mesti dibanggakan dariku? Tak jarang aku pun merasa minder dengan mereka yang berfisik cantik, rupawan, menawan dan bermateri banyak. Ini ku alami saat usiaku beranjak remaja, yang masih mencari-cari jati diri dan di masa depan nanti aku ingin menjadi apa akupun masih tidak tau. Sekitar mulai memasuki Sekolah Menengah Kejuruan, aku masih asyik dengan gaya hidupku yang manja, keras kepala yang mana apapun harus dituruti ini itu. Dan ketika waktunya ayah dipanggil oleh Tuhan pada tanggal 30 Des 2009, fikiran dan hatiku mulai terbuka bahwa bersikap tidak mandiri seperti selama ini sangatlah salah. Hari ke hari kehilangan itu mulai terasa dan terus menggubris seisi otakku, mulai pribadiku berubah perlahan bersama dengan rasa kehilangannya itu. Aku terus membenahi diri dan berusaha tak berlarut dalam kesedihan yang tak kunjung usai, seketika rasanya aku seperti jatuh lalu aku bangkit lagi aku terlempar lalu aku bangun kembali, jatuh bangun ku rasakan semenjak ayah pergi meninggalkan dan saat itulah rasanya aku semakin mati rasa dengan rasa lelahku sendiri. Aku mulai mandiri dan ingin tidak membutuhkan orang lain, namun nyatanya tidak bisa dan aku semakin tersadar disetiap perjuangan perjalananku tidak akan lepas dari sederet bantuan orang orang tercinta juga dan bisa ku pastikan kesuksesanku mendatang berkat dari campur tangan Tuhan dan orang orang sekitarku. Iya ~~

        Setelah kelulusan dikumandangkan sempat terfikir andai saja ayah disini bersama-sama melihat sebuah prestasi kecilku di sekolah pasti akan sedikit bangga dan sedikit mengobati rasa lelahnya telah membanting tulang untuk anak-anaknya tercinta. Ah aku tersadar kembali bahwa kata andai itu membuktikan bahwa rasa ikhlas masih sangat jauh dari perasaanku… laluuuu aku terfikir untuk mencoba merasakan apa rasanya bekerja dan aku ingin tau kelelahan apa yang ayah telah rasakan selama berpuluh puluh tahun itu, dan mulailah aku tidak berputus asa untuk mencari beberapa lowongan pekerjaan hingga sampai aku diterima bekerja. Awal pertama bekerja rasa bosan, malas dan segala rasa negative menjadi tantangan terberatku, menjadi telemarketing itu pekerjaan pertamaku dan alhasil hanya bertahan 1 bulan aku ini sudah mengundurkan diri. Ah payah sekali pada saat ituuuu…. Lalu ku teruskan perjalananku hingga akhirnya menemukan sebuah pekerjaan baru dalam bidang outsourcing, dari sebuah kebingungan menjadi tau dari derai air mata menjadi sebuah guratan senyum dan tawa dari sebuah teguran menjadi paham, aku temui lelahnya bekerja berjuangnya mencari uang hangatnya kebersamaan kekeluargaan aku fikir aku dapatkan semua dari perusahaan baruku ini, banyak rekan rekan kerja yang mengasyikan dan tampil apa adanya, bulan ke bulan hingga setahun berjalan aku mulai merasa nyaman dengan keluarga baruku di salah satu perusahaan di Jakarta ini. Naaaah aku baru tau artinya “kehidupan akan benar benar dirasakan ketika lulus dari sekolah”, memang benar kehidupan yang dilihat dari mata dan yang dialami sendiri sungguh sangatlah berbeda, aku belajar bagaimana sabar dalam keadaan marah, aku belajar bagaimana mencintai suatu hal dalam keadaan hati yang menentang, aku belajar menerima dalam keadaan yang berbanding terbalik, aku belajar ikhlas ketika keadaan tidak sesuai dengan harapan, iya aku belajar dari semua hal yang belum pernah aku dapatkan di masa sekolahku dulu, dan rasanya aku tidak pernah menyesal telah memasuki kehidupanku ini, karena menurutku ini sungguh mengasyikan dan penuh tantangan didalamnya. Hehe :)

        Masalah dan cobaan itu tak henti-hentinya datang dalam cerita perjalanan hidupku ini, namun selalu ada Allah, keluarga, teman-teman yang selalu saja berhasil mencairkan suasana hati yang sedang menegang. Ada 1 orang lagi yang terlibat dalam kehidupanku saat ini hingga nanti, iya dia itu orang terkasih yang selalu ada saat hatiku meneriakkan namanya. Dalam kekalutan hati yang menentu dengan orang terkasih aku bisa berbagi cerita, bisa dijadikan sahabat teman pacar bahkan dijadikan musuh pun juga bisa :).. pahit manis getir aku rasakan ketika selama 2tahun lebih ini bersamanya, putus nyambung pun sudah dirasakan beberapa kali namun entah hati tetap menuju kearah sana iya ke arah orang terkasih :).. Didalam sebuah kubu yang terapit dengan sesuatu hal yang dipandang sempurna itu tidaklah mudah, harus dapat beradaptasi dan membiasakan diri dengan segala hal pemujian pemujian sosok yang sempurna itu. Jelas aku tidaklah sempurna jika dibandingkan dengan mereka, memang sudah pasti banyak yang lebih dari pada aku tapi kamu tau? Aku sudah sangat bersyukur karena hanya ada 1 aku didunia ini dan tak ingin disamakan dengan yang lain. Aku tidak akan pernah sama jika mereka selalu menuntutku untuk melakukan hal yang sama, karena aku ini ya aku mereka ya mereka dan bukankah Tuhan menciptakan makhluk-Nya berbeda beda? Lalu menurutku tak ada yang berhak membandingkan antara aku dengan mereka yang sempurna itu :).. aku mencintai diriku sendiri dan dengan apa adanya aku, aku akan tetap menjadi diri sendiri.. :)


Created by :

Amy Yani