Sosok yang tak pernah luput kusebut sebut dalam do’a tak lain salah satunya adalah ayah tercinta, tak lelah aku meminta kepada sang pencipta untuk kebahagiaannya di selimut surganya Tuhan yang jauh disinggah sana. Ayah ku ini pahlawanku, semangatku dan super heroku, tanpa ayah dan ibu aku bukan apa apa dan bahkan tidak akan pernah berada didunia fana ini. Dengan ikhlasnya ayah mengajariku bagaimana caranya berjalan sewaktu kecil, memarahiku dengan sayang sewaktu aku salah, membangunkanku dikala aku terjatuh, tetapi tak jarang juga aku membantah apa kata ayah, selalu menyakiti perasaannya dan seringkali membuat guratan emosi dari wajahnya. Ah.. anak macam apa aku ini? Sebegitu teganya membuat ayah marah dengan segala tingkah laku konyolku. Dari segala kenakalanku ayah tetap tidak pernah membenciku seperti halnya orang lain, ketika aku melakukan kesalahan ayah memang marah namun setelah itu ayah menasehatiku yang seketika membuatku bungkam seribu bahasa hanya dengan mendengar bait perbait kalimat yang keluar langsung dari bibirnya. Semasa aku menjadi seorang pelajar Sekolah Dasar, ayah tidak pernah absen untuk selalu mengecekku di sekolah dan menjemputku lalu menungguku dengan sabar. Kenapa ku katakan ayah itu super hero? Karena dengan segala lukisan lelah pada wajahnya, ayah tidak pernah mengeluh sedikitpun bahkan selalu tetap berjalan dengan gagahnya dan sambil bilang “ ini anakku yang paling jelek tapi sosok kebanggaanku “. Lihatlah betapa tulusnya ayah tetap mengakui aku kebanggaannya padahal kesalahan yang selama ini ku perbuat sangatlah banyak dan bahkan tidak dapat terhitung.
Hari berganti dan
kumulai tumbuh dewasa, semakin dewasa kepribadianku semakin tak terkendali. Terkadang
aku meminta sesuatu dari ayah dan harus selalu dilaksanakan, tetap tak jarang
juga ayah menolak permintaanku itu. Hingga akhirnya ku tersadar bahwa
penolakannya merupakan suatu pembelajaran bahwa aku harus mandiri dan tidak
selalu bergantung, namun apa yang ku lakukan? Yang ada aku marah kepada ayah
tanpa tau alasannya ayah melakukan hal itu apa sewaktu dulu. Ah.. kenapa
penyesalan itu selalu datang diakhir ketika semuanya telah terlambat?
Teringat saat
aku sedang duduk berdampingan dengan ayah, aku mulai pembicaraan tentang masa
depanku. Dengan polosnya aku bertanya kepada ayah “ yah, kamu ingin aku menjadi
apa di masa depanku nanti? “ lalu ayah hanya bilang “ jadilah dirimu sendiri “.
Aku sungguh tak mengerti dengan sebuah jawaban ayah itu, ku bertanyalah maksud
dari sebuah jawaban itu. Lalu aku terdiam mendengar jawaban ayah “ jadi dirimu
sendiri dengan tidak pernah iri pada segala apa yang orang lain punya, syukuri
apa yang ada pada dirimu sekarang karena ayah tau kamu punya kelebihan yang
tidak orang lain punya. Ayah
ingin kamu memiliki pendidikan yang tinggi dan jangan pernah mengeluh yaaa
dengan apa yang terjadi “ seketika air mata jatuh dalam hati, serasa sesak
didada dan sekuat tenaga ku simpan semua baik baik tak boleh ayah tau. Aku melihat
ada kelembutan dalam ketegasannya, ada kasih sayang yang sangat dalam dari
semua amarahnya, ada ketulusan dari sudut matanya yang terus menatapku dengan
hangat namun ayah tetap duduk dengan tegak dan gagahnya seakan tak mau
memperlihatkan kelembutan itu. Ah andai saja aku boleh meminta kepada Tuhan
untuk bisa terus bersama sama mereka yang kucintai termasuk Ayah, tanpa ada
sebuah kenyataan yang memisahkan aku dengan mereka.
Takut kehilangan
itu mungkin biasa bagi dunia namun tidak bagiku, kehilangan hero dalam hidup
itu awalnya aku sebut dengan awal kedepresian. Sempat terbesit bagaimana aku mampu
bertahan hidup tanpa pahlawan kehidupan, bagaimana aku mampu menahan rindu
tatkala keinginan bertemu kian mendorong hati. Berbagai pertanyaan singgah dan
terus memutar-memutari otakku, namun jawaban atas pertanyaan tersebut tidak ada
titik temu. Aku jalani hari sambil menentang segala ketakutan yang menggelayuti
nadiku, yang terus menyesakkan nafasku, yang berhasil menghabiskan waktuku
hanya untuk berfikir. Aku begitu terlalu mencintaimu ayah, hingga rasanya
ketika akan kehilanganmu seakan darahku berhenti mengalir, nadi seakan berhenti
berdetak. Aku mengunci rapat rapat ketakutanku, aku simpan semua dalam dalam kegelisahanku
hingga pada akhirnya tiba waktu ayah untuk pulang ke pelukan Illahi Rabbi. Seakan
sekujur tubuh luluh lantak lemas tak berdaya, menahan diri untuk tetap berdiri
kokoh saja aku tidak mampu. Air mata mengalir deras dari sudut mata, sekuat tenaga
untuk menahan namun semakin deras hati meneriakkan nama ayah “ kenapa harus
secepat ini disaat aku baru ingin memulai kehidupanku? Disaat aku baru ingin
melangkah untuk membahagiakanmu? “ penyesalan tak ada hentinya saat semua telah
terlambat pergi.
Dengan kepergian
sang ayahlah aku mulai mengerti seberapa pentingnya arti menghargai? Seseorang baru
akan menyadari pentingnya dia dalam kehidupan saat kita benar benar
kehilangannya. Itu ~~ serasa sembap mataku ketika mengingat segala tentangmu
yah, jangan bilang ini berlebihan yah tetapi ini ungkapan penyesalan atas
kenakalanku selama waktu ini. Sudah kususun dengan rapi citacitaku bersamamu,
di kerutan wajah lelahmu sudah ku rangkai masa depan yang indah kelak hanya
untukmu dan ibu yah setidaknya bisa mengobati rasa lelahmu selama ini. Kini semua
harus ku kubur dalam dalam, melihat
senyummu dalam bingkai foto saja bagiku itu sudah cukup menyejukkan hati dan
sekarang giliran aku yang mendo’akan kesejahteraanmu di pelukan Tuhan, kelak
kita bertemu dalam keabadian surga-Nya Allah. Tunggu aku :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar