Jumat, 14 Juni 2013

Ayah, you’re my hero


         Sosok yang tak pernah luput kusebut sebut dalam do’a tak lain salah satunya adalah ayah tercinta, tak lelah aku meminta kepada sang pencipta untuk kebahagiaannya di selimut surganya Tuhan yang jauh disinggah sana. Ayah ku ini pahlawanku, semangatku dan super heroku, tanpa ayah dan ibu aku bukan apa apa dan bahkan tidak akan pernah berada didunia fana ini. Dengan ikhlasnya ayah mengajariku bagaimana caranya berjalan sewaktu kecil, memarahiku dengan sayang sewaktu aku salah, membangunkanku dikala aku terjatuh, tetapi tak jarang juga aku membantah apa kata ayah, selalu menyakiti perasaannya dan seringkali membuat guratan emosi dari wajahnya. Ah.. anak macam apa aku ini? Sebegitu teganya membuat ayah marah dengan segala tingkah laku konyolku. Dari segala kenakalanku ayah tetap tidak pernah membenciku seperti halnya orang lain, ketika aku melakukan kesalahan ayah memang marah namun setelah itu ayah menasehatiku yang seketika membuatku bungkam seribu bahasa hanya dengan mendengar bait perbait kalimat yang keluar langsung dari bibirnya. Semasa aku menjadi seorang pelajar Sekolah Dasar, ayah tidak pernah absen untuk selalu mengecekku di sekolah dan menjemputku lalu menungguku dengan sabar. Kenapa ku katakan ayah itu super hero? Karena dengan segala lukisan lelah pada wajahnya, ayah tidak pernah mengeluh sedikitpun bahkan selalu tetap berjalan dengan gagahnya dan sambil bilang “ ini anakku yang paling jelek tapi sosok kebanggaanku “. Lihatlah betapa tulusnya ayah tetap mengakui aku kebanggaannya padahal kesalahan yang selama ini ku perbuat sangatlah banyak dan bahkan tidak dapat terhitung.



Hari berganti dan kumulai tumbuh dewasa, semakin dewasa kepribadianku semakin tak terkendali. Terkadang aku meminta sesuatu dari ayah dan harus selalu dilaksanakan, tetap tak jarang juga ayah menolak permintaanku itu. Hingga akhirnya ku tersadar bahwa penolakannya merupakan suatu pembelajaran bahwa aku harus mandiri dan tidak selalu bergantung, namun apa yang ku lakukan? Yang ada aku marah kepada ayah tanpa tau alasannya ayah melakukan hal itu apa sewaktu dulu. Ah.. kenapa penyesalan itu selalu datang diakhir ketika semuanya telah terlambat?



Teringat saat aku sedang duduk berdampingan dengan ayah, aku mulai pembicaraan tentang masa depanku. Dengan polosnya aku bertanya kepada ayah “ yah, kamu ingin aku menjadi apa di masa depanku nanti? “ lalu ayah hanya bilang “ jadilah dirimu sendiri “. Aku sungguh tak mengerti dengan sebuah jawaban ayah itu, ku bertanyalah maksud dari sebuah jawaban itu. Lalu aku terdiam mendengar jawaban ayah “ jadi dirimu sendiri dengan tidak pernah iri pada segala apa yang orang lain punya, syukuri apa yang ada pada dirimu sekarang karena ayah tau kamu punya kelebihan yang tidak orang lain punya.             Ayah ingin kamu memiliki pendidikan yang tinggi dan jangan pernah mengeluh yaaa dengan apa yang terjadi “ seketika air mata jatuh dalam hati, serasa sesak didada dan sekuat tenaga ku simpan semua baik baik tak boleh ayah tau. Aku melihat ada kelembutan dalam ketegasannya, ada kasih sayang yang sangat dalam dari semua amarahnya, ada ketulusan dari sudut matanya yang terus menatapku dengan hangat namun ayah tetap duduk dengan tegak dan gagahnya seakan tak mau memperlihatkan kelembutan itu. Ah andai saja aku boleh meminta kepada Tuhan untuk bisa terus bersama sama mereka yang kucintai termasuk Ayah, tanpa ada sebuah kenyataan yang memisahkan aku dengan mereka.



Takut kehilangan itu mungkin biasa bagi dunia namun tidak bagiku, kehilangan hero dalam hidup itu awalnya aku sebut dengan awal kedepresian. Sempat terbesit bagaimana aku mampu bertahan hidup tanpa pahlawan kehidupan, bagaimana aku mampu menahan rindu tatkala keinginan bertemu kian mendorong hati. Berbagai pertanyaan singgah dan terus memutar-memutari otakku, namun jawaban atas pertanyaan tersebut tidak ada titik temu. Aku jalani hari sambil menentang segala ketakutan yang menggelayuti nadiku, yang terus menyesakkan nafasku, yang berhasil menghabiskan waktuku hanya untuk berfikir. Aku begitu terlalu mencintaimu ayah, hingga rasanya ketika akan kehilanganmu seakan darahku berhenti mengalir, nadi seakan berhenti berdetak. Aku mengunci rapat rapat ketakutanku, aku simpan semua dalam dalam kegelisahanku hingga pada akhirnya tiba waktu ayah untuk pulang ke pelukan Illahi Rabbi. Seakan sekujur tubuh luluh lantak lemas tak berdaya, menahan diri untuk tetap berdiri kokoh saja aku tidak mampu. Air mata mengalir deras dari sudut mata, sekuat tenaga untuk menahan namun semakin deras hati meneriakkan nama ayah “ kenapa harus secepat ini disaat aku baru ingin memulai kehidupanku? Disaat aku baru ingin melangkah untuk membahagiakanmu? “ penyesalan tak ada hentinya saat semua telah terlambat pergi.



Dengan kepergian sang ayahlah aku mulai mengerti seberapa pentingnya arti menghargai? Seseorang baru akan menyadari pentingnya dia dalam kehidupan saat kita benar benar kehilangannya. Itu ~~ serasa sembap mataku ketika mengingat segala tentangmu yah, jangan bilang ini berlebihan yah tetapi ini ungkapan penyesalan atas kenakalanku selama waktu ini. Sudah kususun dengan rapi citacitaku bersamamu, di kerutan wajah lelahmu sudah ku rangkai masa depan yang indah kelak hanya untukmu dan ibu yah setidaknya bisa mengobati rasa lelahmu selama ini. Kini semua harus ku kubur dalam dalam,  melihat senyummu dalam bingkai foto saja bagiku itu sudah cukup menyejukkan hati dan sekarang giliran aku yang mendo’akan kesejahteraanmu di pelukan Tuhan, kelak kita bertemu dalam keabadian surga-Nya Allah. Tunggu aku :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar