Ditengah hiruk pikuk tugas yang
masih menjadi tumpukan-tumpukan kertas, ada kerinduan rasa yang begitu ingin ku
torehkan lewat alunan-alunan jemariku. Ku biarkan kata per kata menari diatas
background putih yang belum sedikitpun tergores oleh hiasan tinta.
Hari ini, memasuki akhir pekan
ini. Ada candu ketraumaan yang datang dan terus menggelayut direlung hati
bahkan isi fikiran. Sebelum ku menulis ini, air mata sudah lebih dulu begitu
deras nyata dalam jeritan hati. Tanpa ada yang melihat apalagi mengerti.
Ketakutan yang berhasil membuat malam-malamku terus menggigil; merindu dan
terus menyebut namanya. Candu ketraumaan ini berhasil membuat ingatanku begitu
pekat dan terus terulang dalam sebuah memory. Bergetar bibirku menahan semua
jeritan yang seakan tertahan terlalu lama, meledak tangisanku ketika kerinduan
begitu membuncah dan tak bisa terbendung lagi.
Sudah ku bilang, ketakutan ini
begitu membuat sesak dan membuatku sulit untuk mengungkapkan. Satu persatu
kalimat ku susun namun tak ada yang bisa menggambarkan, bahwa membuat orang
lain mengerti saja aku tidak mampu. Entah aku harus mulai dari mana; dari atas,
bawah, kiri, kanan. Entahlah; semuanya kosong.
Untuk rinduku yang tidak pernah
selesai. Rindu kepada sosok lelaki gagah yang sewaktu dulu terus memelukku
dalam penjagaannya. Sosok lelaki yang dikirimkan Tuhan untuk selalu mengawasiku
sebelum akhirnya dia kembali kedalam pelukan Tuhan. Sosok lelaki yang begitu
membuatku nyaman ketika aku berada didekatnya. Sosok lelaki yang begitu
membuatku merasa bersyukur telah memilikinya. Sosok lelaki yang begitu tampan
dengan segudang kewibawaannya. Sosok lelaki yang mengajarkanku bagaimana
tersenyum dalam kekalutan. Sosok lelaki yang tidak pernah mengajarkanku
bagaimana caranya menyerah.
Untuk rinduku yang tidak pernah
selesai. Rindu kepada sosok lelaki yang selalu ingin kuimpikan disetiap
penjagaan tidurku. Sosok lelaki yang mempunyai senyuman kedamaian. Sosok lelaki
yang tidak pernah memberikan janji; dia akan membahagiakanku selama yang dia
bisa. Sosok lelaki yang rela melawan terik matahari dan badai hujan, hanya agar
aku dapat memiliki kehidupan yang layak. Sosok lelaki yang belum sempat ku
bahagiakan dengan tanganku sendiri.
Untuk rinduku yang tidak akan
pernah selesai. Apakah kamu begitu kecewa denganku? Sehingga kamu secepat itu
meninggalkan tanpa pernah meminta izin sebelumnya. Apakah kamu begitu kecewa
denganku? Sehingga untuk ku bahagiakan saja, kamu tidak punya sedikit waktu.
Apakah kamu begitu kecewa denganku? Sehingga kamu tidak memberitahu, apa yang
harus ku lakukan dimasa depanku nanti. Apakah kamu begitu kecewa denganku?
Sehingga untuk selalu menemani setiap perjalananku saja, kamu tidak bisa. Kamu
memilih untuk berada dalam pelukan Tuhan lebih dulu.
Untuk rinduku yang mesti kamu
tau. Aku tumbuh melalui jemari-jemari kekarmu. Aku berkembang melalui
nasihat-nasihat didikmu. Lalu saat ini aku menangis didalam bulir-bulir
kenangan yang tidak akan pernah ada tempat pemusnahannya. Kamu meninggalkan
dengan ribuan pertanyaan dan teka-teki, kebingungan tentang kehidupan yang
sebenarnya; yang saat ini sedang kupijaki selangkah demi selangkah.
Ayah. Disini ku punya banyak
teman, entah mereka begitu tulus atau sebaliknya. Namun hari ini aku mendapati orang-orang
yang begitu menakutkan, membuatku takut dan candu dalam ketraumaan. Sewaktu
dulu, kamu hanya mengajarkanku bagaimana bertingkah laku baik dengan siapapun.
Tanpa pernah memandang bulu, pangkat, derajat bahkan kekayaan. Namun semua
begitu berbeda ketika menemui orang-orang seperti mereka, mereka terlihat
menakutkan; Ayah. Jika saja dulu ayah ceritakan apa sebenarnya hidup itu,
mungkin aku akan lebih menjagamu agar lebih lama berada nyata disini.
Aku begitu banyak mempunyai
cerita ayah. Kamu meninggalkan sebelum aku terbilang dewasa, hingga akhirnya
mau tidak mau aku menjadi wanita yang sok mandiri. Untuk rindu yang tidak
pernah selesai ini, kenapa begitu menyakitkan dan membuatku sulit bernafas?
Untuk rinduku yang tidak pernah
selesai; Ayah. Kenapa kita tidak bersama lagi saja? Mengulang kehidupan yang
sempat kita lewati karena terhalang jarak antara bumi dan syurga. Bodoh.
Mengharap sesuatu yang kadar kemustahilannya sudah terlihat didepan mata.
Memang benar, terkadang rindu itu
membuat seseorang kehilangan akal sehatnya. Ya, seperti tulisan ini misalnya.
:’)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar