Sambil memandangi
orang-orang yang terus berlalu lalang keluar masuk tempat kerja yang saat ini
sedang ku geluti. Ditengah dendangan musik yang masih tersiar ditelinga,
diantara kertas-kertas yang berserakan disampingku dan belum tau akan ku
apakan. Aku membuka layar ponsel yang didalamnya ada pajangan gambar kita,
bersanding berdua dengan senyum yang melukis bahagia. Sepertinya beberapa
minggu ini kamu begitu sibuk dengan kilauan duniamu, aku yang asyik menunggu
luangan waktu untuk menyapaku barang sekali. Memang beberapa minggu ini kita
sudah jarang sekali untuk tertawa meski hanya sebatas dalam dunia maya, dan aku
yang terkadang bersikap dingin tidak jarang membuatku berfikir ulang lagi;
sikapku ini benar atau salah.
Dalam dentingan
sepi, aku ditemani dengan malaikat-malaikat kecil yang begitu menyenangkan. Mereka
salah satu alasan kenapa aku masih bertahan hingga saat ini, mereka yang berperan
penting dalam melukis goresan senyum dan lekukan tawaku. Aku menunggu waktu
penantianku bersama mereka, bersama keluarga yang terasa tidak utuh tanpa
adanya ayah. Bersama seorang kakak yang telah begitu banyak mengajarkan
kedisiplinan, kejujuran dan pengalaman hidup lainnya.
Semenjak tanpa
adanya ayah, kami saling merangkul untuk tetap merasakan kebahagiaan yang sama.
Hanya saja aku tidak bisa mengungkapkan rasa sayangku yang sesungguhnya
terhadap mereka, bersikap dingin; acuh. Itu yang bisa kulakukan, meski hati
tidak melakukan hal yang sama. Sebelum aku, sudah ada kakak yang merasakan
pahit; manis dan getirnya sebuah cinta. Tawa, tangis yang disebabkan oleh cinta.
Hingga saat ini pun aku masih terbilang bodoh, untuk memahami setiap topeng yang
dapat berubah kapanpun dan dengan siapapun. Yang aku mengerti hanya bagaimana
caranya tersenyum dan tidak menampakkan segala kesedihan yang begitu menyayat
direlung hati terdalam. Yang aku mengerti hanya bagaimana caranya setia kepada
seseorang yang aku cinta, caranya menjaga hati untuk seseorang yang berarti.
Ketulusan atau
kepalsuan yang ku dapat? Aku belum memahaminya. Aku selalu percaya dengan semua
janji yang terlontar dari bibirmu, yang aku paham betul bahwa itu hanya semu. Bodohnya
aku masih berharap berlebihan, yang ku sadari itu hanya akan membawaku ke luka
yang lebih dalam. Bagiku tidak ada alasan untuk tidak mencintaimu apalagi
melukaimu, yang aku tau hanya terus besamamu saja; aku bahagia. Kamu bahagia
bersamaku atau tidak, mana aku tau. Yang aku tau, aku berusaha menjadi yang
terbaik meski memang aku tidak lebih sempurna seperti mereka yang kadang selalu
kamu banggakan dihadapanku. Aku tidak lebih cantik seperti mereka yang sering
kali kamu sanjung didepan mataku.
Pernahkah
kamu melihat sedikit saja luka yang tergores, kala kamu terus membicarakan
mereka dihadapanku? Kurasa tidak. Yang kamu tau hanya mengungkapkan semua yang
kamu lihat dan kamu rasa, untuk hatiku; itu tidak begitu penting, bukan? Aku tidak
tau pria macam apa yang kukasihi sebegini cintanya. Hingga aku rela
berdarah-darah hanya agar kebahagiaanmu ada dan utuh. Tanpa pernah berfikir
jika suatu saat nanti aku sudah tidak dibutuhkan, apakah aku akan terus kamu
simpan atau malah kamu buang? Semua seakan buta dengan segala kepercayaanku
yang semakin menebal bak benteng yang sulit untuk ku tepis. Aku tahan ego dan
semua kecurigaan; kusembunyikan semua dibalik tangis yang tidak terdengar
isakannya. Hanya agar semua yang kita jalani baik-baik saja, tanpa amarah tanpa
keributan.
Aku mencintai
segala kekuranganmu dan ku isi dengan semua kelebihanku, ku tutup hatiku dan ku
jaga erat-erat agar tidak ada yang berusaha untuk mengusik. Jika kamu bersedia
menua bersamaku, menggenggam kesetiaan dengan segala upaya yang
sungguh-sungguh. Bisa ku pastikan bahwa aku akan ada selama yang kamu mau;
lebih dari kata selamanya.
Tapi sayang,
jika kamu tidak kunjung bersyukur telah memilikiku. Kamu tidak kunjung
menghargai setiap detakan jantung yang ada untukmu, dan selalu mencari
kesempurnaan dari cinta yang lain. Bisa ku pastikan juga bahwa kepergian lah
yang akan menjadi pilihan terakhirku. Bagiku tak ada alasan untuk
meninggalkanmu, kecuali jika kamu yang memintaku untuk pergi.
Dari yang selalu menunggumu,
Menunggu bahu yang siap untuk kusandarkan
Menunggu hati yang bersedia untuk ku abadikan
didalam duniaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar