Di pertemuan kita yang terakhir,
aku belum sempat meluapkan emosi yang sempat tertahan dalam satu bulan yang
lalu. Aku yang masih terlalu dingin dan kamu yang sudah berusaha untuk mencair.
Sebenarnya bertemu satu jam saja itu sudah cukup; melihat senyummu, menikmati
pelukanmu, mendengar keluh kesahmu itu sudah lebih dari cukup. Meski pada
kenyataannya aku merasa kamu semu, tapi kesemuan mu itu membuatku kekeuh untuk
tetap menunggu.
Aku tau menunggu itu tidak mudah,
tenang sayang; aku sudah mulai terbiasa. Kala kamu sibuk dengan tumpukan
pekerjaanmu yang telah menjadi rutinitas itu, aku sudah terbiasa menunggu kamu
disini hingga kesibukan itu tuntas. Kala kamu sibuk dengan kumpulan temanmu,
aku sudah terbiasa menunggumu disini hingga waktumu bersama teman-temanmu itu
selesai. Aku masih bukan menjadi siapa-siapa kamu dan bahkan mungkin bukan
menjadi prioritasmu. Aku terlalu memikirkan bahagiamu hingga aku tidak tau
sudah berapa coretan luka tergambar akibat kata-kata emosi yang ku baca lewat
ponselku.
Saat tanggul airmata sudah hampir
runtuh, aku selalu mencegah dengan semua kata-kata manismu yang tersimpan
didalam galeri ponsel hasil screen
capture ku. Dengan cara itu aku bisa
mengingatmu dengan tersenyum, aku mengingatmu ketika kita tertawa bersama
karena cerita konyol yang kita buat sendiri, aku mengingatmu ketika kita
menjadi pusat perhatian orang lain kala dunia serasa hanya milik kita. Iya kita.
Aku begitu bahagia ketika melihat orang lain begitu cemburu dengan kebersamaan
kita, aku memiliki kamu yang tidak mereka miliki. Aku mempunyai kisah bersamamu
yang tidak akan mereka punya.
Aku suka memandangi wajahmu di
wallpaper ponselku, rasanya mungkin tidak akan sama jika aku memandang wajahmu
secara langsung tanpa perantara. Beberapa tahun silam, kita suka ngobrol
ditelepon hingga ketiduran dan tidak pernah bosan. Sekarang semua itu bukan
rutinitas kita lagi, rasanya mungkin kesibukan saat ini sudah meluluhlantakkan
tenaga kita setiap harinya. Rasanya aku ingin kamu tinggal dan jangan pergi lagi,
tentu ingin. Tapi aku bisa apa jika malam sudah mulai larut dan jam sudah
memintamu untuk pulang serta lelahmu yang menyuruh untuk segera beristirahat
diperaduan.
Untuk kamu yang selalu tidak suka jika dikatakan lelaki super sibuk. Aku
paham, kau sangat sibuk dengan pekerjaanmu diluar sana. Tapi, pantaskah kau
menumpahkan semua kekesalanmu padaku? aku juga sibuk dengan pekerjaanku. Sama
seperti kamu. Lalu, apakah kita tidak lagi bisa bercanda tawa dengan
keterbatasan waktu yang kita punya? Apakah kau tidak merindukan semua seperti
dulu?
sadarkah kamu bahwa kita terlalu jauh? Kita terpisah ribuan kilometer dan bukan dengan waktu yang singkat. Berkali-kali ku ingatkan bahwa kita jauh. Mustahil bagiku untuk bisa memelukmu disaat kau kesal atau membujukmu disaat kau marah! Yang bisa ku lakukan hanya membujuk, membuat mu percaya dengan kata-kata dan kejujuran. Kau tau, aku bukan malaikat.
Kita yang berusaha melawan waktu
demi mencapai garis akhir yang indah itu.
Hanya kita. Tolong bantu aku. Buang keegoisan kita ini, jangan biarkan
keegoisan yang akhirnya menang dan menertawakan kebodohan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar