Senin, 21 April 2014

40 bulan penuh cinta


Sekolah. Ini masa dimana aku bertemu kamu, tempat yang menjadi perantara semua rasa tumbuh tanpa permisi. Memang kita tidak langsung menjadi teman akrab, setidaknya mengenal satu kalimat namamu saja merupakan awal dimana Tuhan mengizinkan kita untuk saling mengenal lebih dari sekedar nama. Hari pertama dimana kelasku juga kelasmu, hari pertama dimana kita berada dalam satu ruangan yang gerak-geriknya terlihat oleh mata. Sebelumnya garisan dan lekukan wajahmu tidak pernah terlintas didalam fikiranku, tergambar saja tidak pernah. Satu tahun berjalan, kita masih seperti orang asing yang masih meraba siapa kamu dan siapa aku dan siapa kita. Kita yang masih sama-sama beradaptasi dengan lingkungan sekolah yang baru, bersama teman baru yang belum bisa kita ketahui seperti apa karakternya. Satu tahun pertama terlihat jelas bahwa aku dan kamu masih mempunyai jalan cerita masing-masing, tanpa ada “KITA” didalamnya. 

Dua tahun berjalan kita mengenal, kamu masih dengan sikap bandelmu yang bisa dikatakan karena sekelompok pergaulan. Ingatkah kamu? Sewaktu itu pelajaran mungkin jadi hal yang membosankan hingga bolos menjadi pilihan terakhirmu, yang mau tidak mau; suka tidak suka kamu lakoni beberapa kali. Dalam kurun waktu yang bersamaan, perhatianku masih sebatas ambang wajar yang tidak lepas dari kepedulian seorang teman. Aku tidak pernah berfikir bagaimana jika akhirnya aku mencintaimu, aku tidak pernah berfikir bagaimana jika nantinya kamu yang menjadi salah satu dari segudang impianku. Sedikitpun aku tidak pernah berfikir sejauh itu. Hingga pada akhirnya semester ganjil di kelas akhir sekolah menengah kejuruan itu tiba, entah ada angin apa kita menjadi semakin dekat. Kamu yang tidak hanya dekat denganku, tetapi juga dekat dengan teman wanita yang lain. Kamu yang masih dengan sikap welcome-mu membuat teman wanita terlihat begitu akrab menggandengmu.

Entah ada rasa apa yang berdesir dihatiku, ketika kamu mendekat aku senang; ketika kamu menjauh dan memilih berbincang dengan teman wanita yang lain; aku benci. Aku belum menyadari rasa apa yang tumbuh tanpa alasan, rasa yang semakin aku abaikan semakin mengikatku dengan semua kebingungan. Berjalannya waktu aku mulai mengartikan itu sendiri, ini bukan perhatian biasa ketika kamu tidak kunjung terlihat dibarisan tempat duduk. Ini bukan rasa kepedulian biasa ketika tidak ada acungan tangan kala namamu dipanggil sesuai deretan absensi. Tapi aku bungkam ketika mulut ingin mencari tahu apa yang terjadi pada dirimu. Hatiku begitu menentang ketika tangan ingin tau kabarmu melalui media sosial. Ini bukan rasa yang biasa.

Rasa bahagia kala kamu mendekat, rasa berdebar kala kamu menyapa, rasa rindu kala kamu hilang dalam pandangan dan rasa benci kala kamu mulai mengabaikan. Rasa itu kunamakan dengan cinta. Aku tidak pernah tau sejak kapan cinta itu ada, sejak kapan cinta itu tumbuh, sejak kapan cinta itu mulai merasuki tubuhku dan mulai mendarah daging kedalam aliran darahku. Aku sempat mencintaimu secara diam, karena aku tau betul bahwa masih ada hal yang harus aku tuntaskan. Kala itu Ujian Nasional bak hantu yang begitu menghantui fikiranku, bukan hanya aku tapi kita semua. Ada keinginan hati untuk bisa meneriakkan lulus bersamamu walau dengan nilai yang tidak terbilang tinggi. 

Kita pernah melewati masa pendekatan, masa yang tidak mudah dan masa yang penuh dengan kesalahpahaman ketika itu. Aku yang mesti bersabar saat kamu terus menggandeng teman wanita dihadapanku, aku yang berkali-kali memalingkan wajah kala kamu terus merayu teman wanitamu. Bagiku itu tidak mudah sayang, tapi aku bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa; sehingga untuk melarangmu saja aku tidak punya hak.

Aku selalu tersenyum ketika mengingat kejadian-kejadian konyol kita sewaktu dulu, ketika kita memutuskan untuk membangun sebuah hubungan. Aku tidak pernah menyangka. Bulan bulan pertama kita menjalin hubungan bukan masa yang mudah, ketika kita harus jatuh bangun membangun sebuah pondasi agar terlihat kokoh dan indah. Penuh derai airmata ketika kita sama-sama meyakinkan bahwa perasaan ini tidak salah. Hanya terkadang sikap kita saja yang masih keliru, masih acuh dan membuat hati terluka karena sikap kita sendiri. Menggandeng orang lain yang jelas-jelas orang tersayang dekat dengan pandangan, merayu canda mereka yang jelas-jelas orang tersayang melihat dengan hati terluka. Ah kamu. Mungkin susunan kata-kataku belum terlalu bagus dan belum layak dinikmati oleh halayak banyak, tapi aku ingin kamu tau bahwa inilah yang ku lakukan disela kerinduanku. Aku tidak bisa berkata banyak, bagiku tulisan ini cukup untuk mewakili bahwa yang ada dihati tidak main-main.

Sekarang ini kita sudah tidak lagi duduk dibangku SMA, sudah bukan masanya lagi menghilang jika ada sebuah pertengkaran. 40 bulan sudah kita menghabiskan waktu untuk berbagi cerita, tawa bahkan tangis sekalipun. Itu bukan waktu yang singkat sayang, butuh perjuangan yang besar memang untuk mempertahankan hubungan yang sudah sebegini jauhnya. Sejauh ini aku amat sangat bahagia ketika Allah mengizinkanku untuk terus bisa bersamamu, melukis hari denganmu dan mengetahui segala kabar disetiap waktu. Aku pernah membaca sebuah kutipan “bahwa Allah menemukan kamu dengan orang yang tidak sempurna, agar kamu saling melengkapi. Karena kamu ku ciptakan juga dengan segala ketidaksempurnaan.” Ini kutipan yang sangat ku setujui bahwa tidak bisa setiap orang melihat dari segi kesempurnaan dan gelimangan materi, bukankah yang sempurna itu hanya Allah? Aku fikir, kita manusia yang amat sombong jika menyatakan bahwa kitalah makhluk yang paling sempurna.

Kamu tidak perlu menjadi orang lain yang berbeda hanya untuk membahagiakanku, tidak perlu terlalu banyak membuang uangmu hanya untuk menggembirakanku dan tidak perlu membawaku ketempat yang mewah hanya untuk menyenangkanku. Bukan, bukan itu yang aku minta. Dengan segala kesederhanaanmu, kejujuranmu dan kemampuanmu untuk tetap menjaga satu hati; itu sudah lebih dari cukup. Duduk berdampingan denganmu, berbagi cerita hingga gelak tawa hanya bersamamu; aku sudah bahagia. Memeluk erat kala kerinduan tak mampu lagi ku topang, menghapus airmata kala tangis tak bisa lagi aku pertahankan; aku nyaman. Meski kita terus menjadi perbincangan setiap orang, aku tidak peduli. Bahagia itu kita yang buat, bukan? Bahagia itu kita yang rasa bukan mereka, bahagia itu kita yang ciptakan bukan mereka. 

Setelah kepergian ayah 4tahun lalu, terkadang tubuhku lelah untuk terus berkata kuat dan mandiri. Bukan berarti aku menyerah; tidak. Hanya saja aku membutuhkan topangan bahu yang setia dan sedia saat sungai kecilku mulai membuncah hebat. Lelaki hebat yang aku percaya bisa menjaga itu kamu; kamu lelaki yang saat ini masih menjadi perbincangan dilintasan fikiranku. Lelaki yang begitu ku khawatirkan jika kabar tidak sampai dalam deringan ponselku, lelaki yang mampu membuat bibirku melukiskan senyum kala sedih tertahan ditenggorokan. Lelaki yang selalu ku ceritakan dalam obrolanku dengan Allah, lelaki yang selalu ku rindukan kala dingin mulai menggerogoti malam. Tidak jarang rindu berujung air mata, bayangan semu yang menggambarkan kebersamaan kita jelas terpampang diruang otak yang kian meluas.

Tulisanku kali ini murni untuk kamu, agar kamu tau bahwa rindu yang ada disini semakin meninggi bak menara. Saat ini kamu pasti sudah tau alasanku menyukai menulis itu karena apa? Yaa karena ini. Dengan menulis hal yang tidak dapat aku ungkapkan bisa tersalur melalui untaian kata yang memang belum terlalu indah untuk dibaca.

Untuk kita, aku akan belajar lebih giat untuk bisa menulis lebih baik. Agar salah satu cita-citaku menulis kisah tentang kita bisa terwujud, menulis kisah kita untuk ku ceritakan kembali kepada anak-anak kita kelak. “Bahwa cinta itu tidak peduli seberapa buruknya kamu, kapanpun akan selalu tetap menerima. Tidak hanya ingin bahagianya saja, dukanya pun akan dilalui bersama meski jarak selalu menjadi penghalang. Cinta itu bukan soal perbedaan, melainkan menyatukan benteng ketidakcocokan menjadi keserasian. Setinggi apapun amarah, tetap kasih sayang selalu dinomorsatukan dan dapat mengalahkan segudang keegoisan.” ~~

Untuk Kamu,
KC
Dari
AY

Tidak ada komentar:

Posting Komentar