Hari ini adalah tahun ke empat kita.
Dimana sudah empat tahun bersama, meski belum menikmati hidup berdua setidaknya
selama empat tahun ini kita selalu berbagi cerita.
Tahun pertama. Dari awal aku
mengenal kamu, tidak pernah sedikitpun terbayang akan menjalin kasih dalam
selang waktu selama ini denganmu. Membayangkan pertemuan kita saja enggan,
apalagi mengkhayal tentang kebersamaan kita seperti ini. Kata orang ditahun
pertama adalah tahun terberat, semua terbukti disela-sela perjalanan tahun
pertama kita. Masih setengah hati. Sebelumnya aku hanya mengira bahwa selamanya
kita akan berteman, setidaknya bersahabat. Iya, cinta kita tumbuh dari awal
pertemanan yang terlalu singkat. Kamu merupakan anugerah Tuhan yang tidak
pernah aku duga sebelumnya.
Meski terpaan kencang terus
menghantam, kita masih mampu melewati kita untuk di tahun kedua. Harapanku
selalu sama, selalu ingin kita menjadi lebih baik. Inginku selalu sama, selalu
ingin agar waktu cepat mempersatukan kita. Kemauanku selalu sama, selalu ingin
agar kemarahan tidak lagi menjadi sahabat kita. Tahun kedua ini belum ada
perubahan yang signifikan, nampaknya Tuhan masih terus menguji seberapa besar
keinginan kita untuk saling memiliki. Nampaknya keadaan masih ingin terus
melihat seberapa besar perjuangan yang kita punya. Kehilangan, airmata,
keterpurukan kita rasakan pada tahun ini. Merasakan pahitnya rasa kehilangan
dengan cara dipaksa, merasakan pahitnya kesepian ditengah rindu yang
menggunung.
Tahun ketiga. Semua mulai lebih baik
pada tahun ini. Mungkin saja Tuhan sudah membukakan fikiran kita, menyadarkan
bahwa kita masih saling membutuhkan. Lebih baik bukan berarti tidak lepas dari
sebuah masalah. Masalah itu selalu kuartikan sebagai cobaan, cobaan yang
mendewasakan untuk sebuah pelajaran hidup yang seharusnya tidak terjadi
beberapa kali. Kesibukan dalam pekerjaan, pendidikan membuat waktuku hampir
habis dua puluh empat jam. Jika beberapa orang menanyakan hal yang sama,
“kenapa aku masih bertahan pada orang yang sama?” jawabannya hanya ada dihati.
Hati yang mendorongku untuk terus mempertahankan kamu, mempertahankan hubungan
yang sudah jatuh bangun dan sempat berdarah-darah. Tapi dibalik itu tak ada
sedikitpun rasa sesal yang timbul. Bahkan berfikir untuk benar-benar pergi pun
tidak pernah. Jalan hidupku yang memilih kamu, dan biar takdirku yang
menentukan. Meski aku tidak pernah tau aku ditakdirkan untuk dan dengan siapa.
Tetapi aku percaya bahwa Tuhan selalu mendengar celotehku di sepanjang hari.
Satu hal sederhana yang aku minta dari Tuhan adalah agar kelak kamu menjadi
imam didepan shafku beribadah, dengan diamini anak-anak kita sebagai makmumnya.
Dan hari ini tepat di tahun keempat.
Dan kamu masih menjadi pembicaraanku dengan Tuhan. Jika ditanya apakah aku
bahagia, ya aku tentu sangat bahagia. Apalagi jika sekarang kamu sedang berada
disampingku, membicarakan tentang kita sampai gelak tawa terdengar renyah. Dari
beribu pijakan langkah yang sudah kita torehkan dibeberapa tahun ini, aku tidak
pernah lelah untuk menyayangi dan tidak pernah bosan untuk berdo’a atas impian
yang kita ikrarkan dibawah langit. Semoga kamupun seperti itu.
Aku memang tidak bisa menjanjikan
kesempurnaan untuk kamu, aku hanya bisa menjanjikan akan selalu ada disampingmu;
menemanimu sesulit apapun.
Untuk ke-empat kalinya aku katakan,
“selamat tanggal 03 calon imamku. Tetap jaga dan pupuk terus rasa yang ada
sekarang, syukuri apa yang sudah kita punya karena itu kunci kebahagiaan”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar