Selasa, 27 Januari 2015

terhitung hari ini?


Terhitung hari ini, aku mencoba untuk melangkah sendiri. Entah ini ada karena karma dimasa lampau atau memang aku dihukum karena kebodohanku atau memang karena keduanya. Semua terlihat samar-samar membuatku masih tidak percaya untuk kenyataan yang tidak pernah aku impikan ini. Sama halnya ketika aku kehilangan seorang ayah dikehidupanku, pada waktu yang sama hatiku masih baik-baik saja karena rasa ketidakpercayaan itu. Lambat laun hari hari berjalan, aku mulai tersadar bahwa kenyataan itu bukan hanya mimpi belaka. Mungkin aku terlalu naïf untuk menyadari ini semua, tapi kalo boleh aku memilih. Aku ingin lebih memilih untuk bermimpi sepanjang hari bersama keindahan, tanpa bangun lagi dengan melihat semua kenyataannya. Jika aku harus menata kembali semua impianku, meniadakan kamu disetiap langkahku, menghapus semua tentang kamu dari daftar cita-citaku. Aku tidak yakin bahwa aku akan mampu.
 
Jika aku diminta untuk mencintai lagi, mengulang jatuh cinta seperti awal lagi, menanamkan harapan kepada orang lain sama seperti kepadamu. Itu tidak semudah ketika harus mengucapkan kata perpisahan. Hampir bulan ke-50 ini, cita-citaku masih tetap sama tak ada yang berkurang sedikitpun. Tapi jika kamu meninggalkanku karena kebodohanku, kamu pergi dariku karena kesalahanku, kamu melupakanku karena kesakithatianmu. Aku mendo’akan untuk kebahagiaanmu. Sejauh apapun kamu melangkah pergi, sesering itu juga aku akan tetap mencintai kamu. Jika pada akhirnya aku dituntut untuk melupakanmu, biarkan aku melupakanmu setelah aku menyaksikan kamu bahagia dengan pilihanmu. Aku akan menjauh dari kehidupanmu, ketika aku melihatmu bersanding di pelaminan dengan wanita yang kamu cintai setelah aku. Karena jika saat itu tiba, aku akan merasa lega bahwa kamu sudah membuktikan akan bahagia tanpaku.

Ini tidak mudah sayang, tapi aku tidak ingin lagi menjadi penghambat kebahagiaanmu. Menjadi benalu dalam kehidupanmu, membuat ruang gerakmu terbatas akibat sikapku. Aku mengiyakan bukan berarti aku tidak bisa mempertahankan. Sungguh, aku tidak ingin kamu pergi. Mungkin ini salah satu jawaban do’aku, yang selalu aku minta untuk semua kebahagiaanmu.
 
Jika aku tidak diizinkan untuk melihatmu lagi, izinkan aku untuk tetap mencintaimu didalam do’aku. Aku akan terus merindukanmu disetiap langkah kakiku. Saat ini dan entah sampai kapan, kamu masih satu-satunya seorang yang menjadi perbincanganku dengan Tuhan.

Maaf jika aku belum bisa melepaskan segala rasa, karena bagiku kenangan kita dalam jangka waktu selama ini begitu berharga untuk dihapuskan.

Tertanda,

Seseorang yang sudah berani memimpikan
hidup selamanya bersamamu

Senin, 19 Januari 2015

Rinduku tak kenal waktu, ruang dan tempat


Dari awal kalimat yang ingin ku susun ini, sebenarnya aku masih tidak tau kalimat-kalimat apa yang akan aku lukiskan bersama tarian jemariku. Sebenarnya aku masih tidak tau, topik apa yang pas untuk ku tuliskan di barisan pertama ini. Hanya satu kata yang ku rasa sekarang; RINDU. Padahal 2 hari lalu kita baru saja bertatap muka kan? Padahal beberapa puluh jam yang lalu kita baru saja menghabiskan waktu bersama. Sekarang aku sudah merindukanmu (lagi), sekarang aku sudah menginginkanmu lagi berada disini, sekarang aku sudah ingin mengobrol denganmu lagi tanpa perantara apapun, sekaraaaang aku sudah ingin melihatmu lagi. Mungkin rinduku ini tak pernah kenal waktu, tempat bahkan ruang. Dengan seenaknya saja rindu datang sekalipun beberapa jam kamu baru saja berlalu. Secara tiba-tiba saja degup jantung berasa cepat kala aku mengingat tentangmu, lalu membuatku rindu ingin kehadiranmu. Aku tidak bisa menamakan rindu ini seperti apa, semua datang secara alami tanpa pernah aku pinta dan tanpa pernah aku usir pergi.

Kamu tenang saja, aku sudah punya cara untuk bertahan ditengah kerinduan seperti ini. Mungkin jika kamu fikir aku akan menangis karena merindukanmu; airmataku ini sudah habis hingga tidak bisa menangis lagi. Yang biasa ku lakukan jika aku rindu adalah berdo’a untuk ketentraman hidupmu, ketenangan hatimu dan kesentosaan jiwamu. Aku titip rinduku kepada angin biar ia yang membisikkan kata rindu itu kepadamu. Aku titip kebahagiaanmu kepada Tuhan, karena aku tau betul bahwa hanya Tuhan yang tau sekali apa yang bisa membahagiakanmu.

Apa kamu tau hari ini aku sudah mempelajari hal apa? hari ini aku sudah mempelajari bagaimana caranya dicintai dengan cara tidak memaksa. Meski begitu mencintai tapi harus selalu sadar bahwa didalam cinta tidak pernah ada pemaksaan. Rasa itu alami dan tidak ada yag dibuat-buat, rasa itu mengalir begitu saja tanpa diminta kapan, dengan siapa dan datangnya darimana. Begitupun denganku, menetap atau tidaknya kamu itu adalah suatu ukuran kualitas diriku apakah aku sudah pantas dicintai atau belum. Memang itu tidak mudah, melawan rasa cemburu; menahan rasa rindu; mengendalikan rasa amarah. 

Entah masih beberapa hari lagi aku bisa melihat senyummu, entah beberapa minggu lagi yang akan terus kulalui agar bisa melihatmu. Jika kamu ingin tau seberapa banyak rindu ini bersarang dihatiku, hitung saja denyut nadimu. Maka sebanyak itu pula denyut rinduku yang ada.

Selasa, 13 Januari 2015

'akan' baik-baik saja


Sebenarnya aku tidak pernah lupa dari pertama kali kamu mengatakan cinta, mengatakan hal yang sama seperti yang ku rasakan dulu. Sebenarnya aku tidak pernah lupa, setiap janji yang kamu ukir dibilik memory ingatanku. Dari hal terkecil hingga hal-hal yang besar, sebenarnya aku tidak pernah lupa untuk semua itu. aku tidak perlu bersikeras untuk mengingat hal yang pernah kita lakukan dulu, karena secara otomatis ingatanku sudah merekamnya dengan baik. Jadi jika aku rindu, aku tinggal memutar rekaman itu dan menikmatinya; memang tidak terlihat oleh kasat mata tapi terasa sampai relung hati.

Hingga sampai detik ini aku masih berusaha untuk baik-baik saja, walau emosimu sering kali menggoyahkan pertahananku. Sambil menulis ini pun aku masih berusaha baik-baik saja, meski kalimat-kalimat itu terus berlalu lalang dilintasan fikiranku. Semakin aku ingin melupakan hal itu, semakin aku berdarah dan terhempas dari keadaan ‘baik-baik saja’. Jika saja jarak bisa ku taklukan, andai saja kamu bisa ku gapai dengan begitu mudah. Mungkin saat ini aku sudah melebur ke dalam pelukanmu, menangis dipundakmu dan meminta untuk sebentar saja disini. Kamu tidak perlu mengatakan apa-apa dan jangan berbicara apapun. Cukup dengarkan aku, memelukku dengan erat dan mengizinkan aku menangis untuk kali ini saja. Aku sudah begitu lelah untuk berpura-pura dihadapanmu, bersikap bahwa hatiku sedang ‘tidak apa-apa’. Bicarapun hanya akan menimbulkan persepsi berbeda yang akan memicu pertengkaran.
Jika saja aku punya sedikit keberanian untuk mengungkapkan, mungkin kamu sudah kelelahan untuk mendengarkan semua celoteh sampahku. Jangan tanyakan seberapa besar perasaan yang ada, karena aku sudah tidak bisa menggambarkannya. Cobalah mengerti sedikit, cobalah bersabar sedikit. Aku akan bercerita rasa yang menggelayut di fikiranku ini, setelah aku bisa menguasai perasaaku hingga tidak ada airmata yang tumpah dihadapanmu.

Dengan begitu, aku masih akan terlihat baik-baik saja.

Rabu, 07 Januari 2015

Aku hampir lupa

Kata mereka kamu tidak layak berdampingan denganku. Menurut mereka kamu bukan yang terbaik. Bagi mereka aku dan kamu tidak akan pernah bisa untuk bersatu. Sayangnya, aku tidak punya peduli dengan semua omongan mereka itu. Katanya, bersama bukan tentang dua orang saja tetapi tentang orang-orang disekitar juga.

Aku begitu terbawa dengan segala drama yang terlihat didepan mataku. Aku begitu asyik merangkai semua impian yang aku yakin akan terwujud tanpa ada yang meleset satupun. Namun aku hampir lupa bahkan mungkin sudah lupa, bahwa semua rencana bisa saja berubah. Aku hampir lupa bahwa disamping harapan selalu ada bayang-bayang kekecewaan yang mengikuti. Aku hampir lupa bahwa semua kendali untuk menentukan itu semua tidak ada padaku.

Salahku, aku terlalu yakin bahwa kamu yang diciptakan Tuhan untuk mengisi semua kekuranganku. Salahku, aku terlalu percaya bahwa kamu satu-satunya orang yang akan selalu menerima baik dan burukku. Salahku, aku yang begitu menerima semua apa adanya kamu. Aku menutup mata untuk semua hal yang tidak aku suka, aku menutup telinga untuk semua hal yang aku benci untuk didengar, aku menutup mulut untuk semua perkataan yang kufikir akan menyinggung perasaanmu. Salahku, aku terlalu mengkhawatirkan keadaan hatimu tanpa pernah menengok sudah berapa kepingan-kepingan hatiku yang patah. Salahku, aku terlalu mudah menutupi kekuranganmu didepan mereka. Memang cinta harusnya begitu, tapi aku tidak pernah menduga akan begini. 

Sekeras kepalanya kamu, setinggi apapun egomu, sebanyak apapun kekurangan yang ada didalam dirimu. Aku terima dengan baik hingga hati sudah terbiasa dan terbilang kebal. Dan akupun yakin bahwa kamu juga mampu menerima semua kekuranganku tanpa ada keluhan. Sebelum di malam itu aku masih yakin bahwa kamu adalah yang serasi, sebelum malam itu aku masih yakin bahwa kebahagiaanmu adalah denganku, sebelum malam itu aku masih yakin bahwa aku mampu menjadi yang terbaik dari yang baik untuk kamu.

Setelah malam itu, satu kalimat begitu menamparku. Kamu membangunkan aku dari mimpi indahku, kamu menyadarkan aku bahwa semua hanya khayalan belaka, kamu membuatku sadar bahwa posisiku hanya tempat singgah; tidak pantas untuk kamu jadikan pemberhentian. Kamu memberitahukan semua hal itu kepadaku dengan sangat hati-hati.

Semua orang berhak untuk memiliki pendamping yang terbaik termasuk kamu. Kebahagiaanmu tidak bersamaku, jangan pedulikan semua janji yang terlanjur terlontar. Biar janji itu tersimpan di sudut ruang otak terpencil hingga aku sulit untuk mengingatnya lagi.

Bila kelak ternyata kita hidup dalam rumah yang berbeda, kunjungi aku sebagai teman baik.

Dari yang pernah memimpikan
sebuah atap bersamamu

Jumat, 02 Januari 2015

Seringkali yang terlihat bukan yang sebenarnya

Rasanya banyak orang yang selalu bersembunyi dibalik senyumnya. Rasanya banyak orang yang selalu terlihat tegar tapi sebenarnya rapuh. Ya, sudah banyak mereka-mereka yang aku jumpai dengan senyum menawan padahal dalam hatinya menyimpan perih yang tidak semua orang tau. Dia lebih memilih menyimpannya sendiri, agar semua terlihat baik-baik saja; agar orang disekitarnya tidak perlu mengkhawatirkan bagaimana keadaan hatinya. Menelan kegetirannya sendiri, dengan jalannya sendiri dan dengan pertolongan Tuhan saja dia meminta; dengan sujud beralaskan sajadah saja cara untuk mengadu kepada Tuhan. Bukan meminta agar semua yang dirasakan itu hilang, melainkan meminta agar hati akan terus kuat sekuat baja dan setegar batu karang. Diterpa ombak sekencang apapun akan tetap bertahan, ditiup angin sekencang apapun akan tetap berdiri kokoh.

Terkadang saat semua usaha rasanya sudah digerakkan, airmata sudah lelah untuk tumpah dan hati sudah sampai puncak untuk menahan. Satu-satunya cara terakhir untuk bertahan adalah tetap tersenyum. Memang tersenyum saja belum bisa menyelesaikan, setidaknya dengan tersenyum bisa meringankan keresahan dihati dan menjernihkan suasana yang keruh. Keingintauan sebagian orang hanya mampu memberikan solusi ala kadarnya; solusi yang mungkin sudah pernah orang lain lakukan sebelumnya. Selebihnya hanya diri kita yang tau. Bagaimana perasaan kita, apa yang menyebabkan perasaan kita resah, cara apa yang bisa menyejukkan perasaan kita; itu semua hanya kita yang tau. Orang lain hanya bisa menilai tapi tidak berhak untuk menjatuhkan.

Seorang wanita memang identik dengan kepura-puraannya untuk bersikap baik-baik saja sekalipun hatinya berantakan. Satu hal yang perlu diketahui bahwa itu memang sudah kodratnya, dibalik kepura-puraannya ada kekuatan tersembunyi didalam. Yang tidak pernah dimiliki oleh seorang laki-laki. Ketika dia menangis hanya karena hal kecil, hanya karena dia mudah tersinggung, hanya karena sifat sensitifnya. Itu bukan berlebihan. Itu hanya sebuah pembuktian bahwa wanita punya rasa yang lembut. Lembut bukan berarti lemah. Lembut tapi tidak mudah dikalahkan. Mungkin jika diadu dengan kekuatan fisik, pada akhirnya wanita memang tidak bisa juara. Namun kekuatan hatinyalah yang bisa membuat sebuah perubahan, bahkan wanita mampu mengobati luka hatinya sendiri. Tanpa perlu meminta seseorang untuk mendampingi. Dan bahkan dari beberapa wanita yang aku jumpai dikehidupanku, mereka mampu hidup sendiri dikala takdir memisahkan kekasih hidupnya untuk lebih dulu meninggalkan. Salah satu hal yang membuat keterpurukan membekas adalah kematian. Kematian atas pasangan hidup yang sudah bertahun-tahun bersamanya, tapi kematian bukan alasan wanita untuk putus asa. Malah itu awal dimana semua perubahan itu terbentuk. Harus mampu hidup sendiri tanpa adanya pasangan, harus mampu menghidupi dirinya sendiri bersama generasinya, harus mampu merelakan pasangan hidup yang tidak akan pernah kembali ke dunia, harus mampu membuat hati seperti sedia kala; merelakan, mengikhlaskan, mengobati. Itu semua tidak mudah bukan? Tetapi seorang wanita mampu melakukan semua hal itu.

Ketika takdir kematian menuntut wanita untuk merubah hidupnya, dia tidak meminta untuk dipertemukan dengan jodohnya yang lain. Yang dia ingin hanya bagaimana caranya tetap bertahan ketika semua harus dilakukan sendiri, dan untuk masalah pasangan hidup; sebagian besar wanita memilih untuk tetap setia. Karena mereka percaya, meski raga didunia harus terpisah tetapi keabadian akan menyatukan mereka lagi dialam yang berbeda.

Tidak selamanya kata baik-baik saja selalu berarti baik-baik saja. Ingat, ada sakit yang terselip disitu. Hargai pasangan meski sekecil apapun itu, karena seburuk-buruknya pasangan pasti ada sisi baiknya. Sisi baik tidak harus selalu dilihat dari banyaknya materi, dari rupawannya wajah tetapi ketulusan dan kenyamanan itu lebih penting dan tidak bisa dibeli oleh apapun. Rawat perasaan wanita dengan sangat hati-hati, karena perasaannya begitu lembut dan begitu mudah patah. :)