Kamis, 13 Agustus 2015

Berhenti berharap!

Sepanjang perjalanan ini kamu adalah harapanku. Ku gantungkan beberapa harapan yang tidak kecil, ku iyakan semua kata yang kamu rangkai dihadapanku. Ku rekam satu persatu kalimat didalam memory ingatanku. Begitu manis terdengar, membuatku tersenyum sendiri saat teringat. Tidak bertemu selama beberapa minggu adalah hal biasa bagiku, sangat biasa. Semakin kesini alasan pertemuan kita hanya jika ada moment saja, hanya jika ada acara saja, hanya jika ada yang dibutuhkan saja. Bukan bertemu dengan alasan ingin berbincang walau semenit saja. Memang tak ada siklus yang stabil, semua mengalami perubahan termasuk kita.


Awalnya aku belajar untuk lebih bersabar dengan jangka waktu pertemuan kita yang tidak intens, yang terbilang cukup lama. Meski awalnya penuh dengan sesak tapi sekarang aku bisa melewatinya dengan lapang dada. Kini tak ada lagi rengekan manja, amarah menjengkelkan yang kamu dengar ketika waktu belum mengizinkan kita untuk bertemu.


Sekarang, saat ini. Aku sedang belajar untuk berdiri sendiri, membangun jiwa yang mandiri, tidak ingin lagi merepotkan orang lain. Harusnya aku tidak pernah mengharapkan kedatanganmu saat aku sendiri, merasa kesakitan dan sangat butuh ditemani. Harusnya aku sadar diri bahwa kamu tidak akan pernah datang kesini. Jarak yang terlalu jauh dan situasi kota yang terlalu menjenuhkan serta membuat lelah. Rasanya sulit menjawab ketika orang lain mulai menanyakan kehadiranmu ditengah keadaan yang mana aku sangat membutuhkanmu. Aku ingin berlari dari kerumunan orang yang seakan semuanya memojokkanku dengan pertanyaan yang sama. Bisakah mereka mengerti perasaanku? Bahwa aku tidak ingin mendengar semua pertanyaan mereka, bahwa aku tidak ingin menjawab pertanyaan yang sama.


Aku memilih diam dalam keheninganku, yang kamu tau cukup aku baik-baik saja. Aku memilih menangis dalam sujud malamku menahan sakit yang tidak pernah kamu tau, cukup aku terlihat baik-baik saja didepanmu. Sok tegarnya kepribadianku membuatmu berfikir bahwa aku sudah mampu sendiri, menyembuhkan luka sendiri, menghapus air mata sendiri. Iya, itu memang betul. Aku kira aku sudah bisa melakukannya sendiri, tapi nyatanya masih ada satu rasa yang belum bisa ku kendalikan seorang diri. Yaitu harapan. Harapan kamu selalu berada disini saat aku membutuhkanmu, harapan kamu tau apa yang sedang aku rasakan, harapan kamu mampu memelukku untuk melawan rasa sakit ini. Nyatanya harapanku adalah kesalahan. Kamu tidak pernah datang. Teori hanya tetap menjadi teori tanpa ada yang terlaksana, kata menjadi busuk ketika hanya sebatas untaian percakapan klasik.


Tanpa sadar ada luka yang tergores dihati, kecewa yang berkepanjangan, tangis yang membuat mataku sembap. Luka, kecewa dan tangis itu adalah bagian dari hari kemarin. Hari dimana aku masih belajar untuk memaklumi keadaan bahwa kamu tidak pernah ada disini.


Terimakasih sudah membuat luka, kecewa dan tangis yang begitu sendu. Semoga ini adalah tetesan hujan kecil terakhirku, berhenti berharap mungkin satu-satunya cara agar luka ini mengering dan tidak lagi melebar. Perasaanku akan tetap sama seperti hari kemarin. Masih mencintai apa adanya kamu, mencintai setiap garis kekuranganmu.

Hanya bedanya aku akan memulai langkahku dengan tidak lagi mengharapkan apapun darimu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar