Senin, 10 Agustus 2015

Hari kepergian


Beberapa tahun yang lalu, aku tidak pernah membayangkan apa jadinya jika aku ditinggalkan oleh orang yang begitu aku cintai. Sebelum hari duka itu datang, aku tidak pernah sedikitpun terfikirkan akan seberapa hancurnya kala aku ditinggal pergi. Tergambar didalam benakku pun tidak pernah sehingga aku tidak pernah menyiapkan diri untuk itu. Aku selalu sibuk dengan duniaku sendiri, aku terlalu asik bermain dengan kawanku tanpa menyadari waktu sudah semakin dekat dengan hari kepergian. Ketika rintihan sakit terdengar dan terasa disekujur tubuhnya, aku masih masih terlalu sibuk dengan urusanku yang tidak begitu penting itu. Aku hampir lupa bahwa dia sudah berada diambang nafas terakhir. Aku masih terus menghiasi hati dan fikiranku dengan kata “semua akan baik-baik saja”, bahkan di hari terakhir tak ada firasat apapun yang terbesit. Semua seakan sudah direncanakan Tuhan, sebelum hari kepergiannya aku masih diberikan kesempatan untuk membasuh tubuhnya dengan air hangat. Ku bersihkan keringat yang menempel ditubuh kurusnya, kubersihkan kedua kakinya yang terlihat tidak kotor. Semua seakan sudah direncanakan Tuhan, dimana saat itu adalah pertama kali aku membersihkan tubuhnya dan untuk yang terakhir kalinya juga aku melakukan hal itu.

Kediaman terasa sepi ketika salah satu orang yang ku cintai sudah berpulang ke Haribaan-Nya. Ku terus menguatkan hati meski pada awalnya hatiku remuk redam. Ku terus mantapkan hati untuk bangkit meski pada awalnya aku jatuh sejatuh-jatuhnya dan tak punya daya untuk berdiri. Aku kira aku tidak akan bertahan tapi nyatanya aku salah. Diriku tidak selemah seperti apa yang aku fikirkan. Hatiku tidak separah seperti apa yang aku prekdisikan. Ini hanya masalah waktu. Memang waktu yang membuat segalanya hancur lebur dan waktu jugalah yang membuat semuanya pulih kembali.
 
Lelaki yang ku cintai saat ini tidak akan pernah bisa mengganti posisinya dihatiku. Lelaki yang ku pertahankan mati-matian selama ini tidak akan pernah memudarkan cintaku kepadanya. Lelaki yang ku kasihi hingga detik ini tidak sama seperti dirinya. Sekalipun aku mencari sosok sepertinya, aku tidak akan pernah menemukan. Dia akan tetap menjadi dia, seorang kepala keluarga yang teramat aku cintai dan aku rindukan. Seorang laki-laki yang begitu tulus mencintai tanpa mengharapkan embel-embel.
 
Aku rindu dicari, aku rindu dikhawatiri, aku rindu pernyataan, “kamu kemana saja?”. Suara berat yang selalu memarahiku ketika aku telat pulang kini tak ada lagi. Deringan telepon dari suara yang khas kini tidak berbunyi lagi.
 
Selalu ingin melihat wajahnya adalah harapan yang sungguh membuat dadaku terasa sesak dan sulit bernafas. Hal yang begitu sulit ku lakukan adalah berharap. Padahal aku sudah sangat paham bahwa akhirannya hanya kosong dan hanya bisa menciptakan tetesan hujan kecil saja.
 
Dia adalah cinta pertamaku. Laki-laki pertama yang akan selalu mencintaiku tanpa pernah peduli bagaimana keadaanku. Laki-laki yang akan selalu menerimaku kapanpun aku kembali, dan yang setia menunggu tak peduli seberapa lamanya aku pergi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar