Jumat, 06 Juni 2014

Cinta itu; Ayah dan Ibu..

Angka dua puluh itu bukan lagi angka yang kecil, di usia yang sudah semakin matang itu bukan pilihan yang tepat untuk terus bergantung pada orang lain. Meski hati ingin sekali kembali ke masa lampau; masa dimana saya hanya tau lollipop dan mainan yang mengasyikan. Masa dimana saya hanya tau bahwa cinta itu adalah ayah dan ibu. Masa dimana saya bisa mendapatkan semua yang saya mau dengan cara merengek dan menangis. Hal itu sudah tidak lagi saya terapkan dimasa kini, apalagi ketika mau tidak mau saya harus merelakan kepergian ayah di umur belasan; lima tahun silam. Itu merupakan pukulan yang sangat keras bagi saya, hantaman yang saya fikir tidak bisa saya lalui. Batinku, bagaimana mungkin saya bisa hadapi kehidupan ini tanpa adanya seorang ayah? Bagaimana mungkin saya sanggup menjawab jika mereka menanyakan sebab apa yang membuat ayah pergi? Bagaimana bisa saya menjelaskan ditengah keadaan hati yang masih sangat berkalut? 

Tahun demi tahun saya mencoba mengikhlaskan, ternyata ikhlas tak seberat seperti apa yang saya fikirkan. Meski memang saya begitu merindukan sosok seorang ayah, meski ayah tidak lagi menemani saya untuk melangkahkah kaki sampai hari kedepan. Itu tidak mematahkan semangat saya untuk terus membahagiakan beliau. Walaupun depresi sempat membuat hari-hari saya begitu terpuruk, entah kekuatan dari mana yang bisa menyadarkan bahwa saya masih memiliki satu malaikat yang saya punya. Saya sering memanggilnya IBU.

Satu kata beribu kekuatan. Pondasi terkuat untuk saya bisa melanjutkan hidup dan mewujudkan mimpi-mimpi saya. Ibu itu alasan saya untuk tetap bertahan; tidak peduli bagaimana saya harus jatuh bangun, harus berdarah menghadapi ini. Yang saya tau bahwa saya mencintainya. Cinta yang tidak pernah punya alasan, cinta yang akan saya bawa hingga mati, yang akan selalu kekal abadi. Saya tau, sangat tau bahwa kehilangan ayah itu tidak mudah. Harus merelakan kepergiannya yang begitu cepat, melihatnya hanya didalam mimpi, mengenangnya hanya didalam ingatan. But life must go on.
Disaat saya bosan menjalani ini, saya ingat wajah ibu. Disaat saya begitu jenuh dengan rutinitas monoton ini, saya selalu teringat wajah ayah. Ketika saya begitu muak dengan persepsi orang lain, selalu terbesit nasihat mereka untuk saya. Ketika saya ingin menyerah, buru-buru saya pandangi senyum yang terpampang di bingkai foto itu. 

Ayah, ibu. Jika saya diberi satu kesempatan untuk meminta do’a yang langsung terkabul. Saya ingin meminta agar kita dikumpulkan kembali bersama disini, menghadapi hidup dengan tawa bahagia. Merangkul ketika salah satu ada yang nyaris berputus asa, menolong ketika salah satu ada yang terjatuh, mengobati ketika salah satu ada yang terluka. Tapi saya tau yah, bu. Itu semua hanya imajinasi dan khayalan yang tidak akan pernah menjadi nyata. Bahkan terjadi didalam mimpi pun belum tentu. Tapi izinkan saya untuk tetap berusaha menjadikan kalian bahagia, hingga nanti; sampai saya tak lagi bernafas, sampai Allah berkata waktunya pulang.

Setidaknya masih ada satu harapan dan do’a yang bisa menjadi nyata. Do’a yang selalu saya panjatkan di dalam sujud saya; do’a yang selalu saya pinta agar kita bisa berkumpul kembali di surga sana. Dikehidupan yang kekal abadi. 

i love you both :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar