Tak pernah lepas namamu selalu ku
bawa dalam setiap do’a. Mungkin dulu do’a yang ku panjatkan selalu memaksakan
agar kamulah nama yang tertulis dalam lauhul mahfudz, agar kamulah calon imam
yang akan membimbingku dalam keluarga kecil kita kelak. Aku terlalu memaksa
Tuhan agar dapat mengabulkan do’aku tanpa pernah memikirkan kembali apakah kamu
memiliki harapan yang sama atau tidak. Dulu aku masih sangat egois.
Sekarang aku sudah mengerti bahwa
dalam sebuah hubungan harus merasakan bahagia, harus saling membahagiakan. Bukan
untuk satu orang saja tetapi untuk keduanya. Dalam setiap perubahan yang ada
hanya satu yang tidak pernah berubah; namamu tidak pernah lekang dalam do’a
malamku. Bedanya saat ini aku tidak lagi memaksa agar aku berjodoh denganmu,
kali ini aku memaksa agar kamu bahagia dengan kehidupanmu dengan atau tanpa
aku. Beberapa bulan lalu kamu pernah bilang bahwa kamu bisa bahagia tanpaku,
meski itu hanya emosi sesaat tetapi aku Aamiin-kan. Bukan karena aku tidak
ingin bahagia denganmu, hanya saja aku tau bahwa pada saat itu kamu akan lebih
bahagia tanpaku. Tak perlu khawatir, saat yang lain meninggalkanmu dalam
kondisi terburuk; ada aku yang bersedia untuk mengisi kesepianmu. Tak perlu
khawatir, saat yang lain gerah mendengar semua amarahmu; akan ada aku yang
setia menjadi tempat emosimu. Aku bodoh? Bukan. Ini caraku mencintaimu. Bukankah
ini satu-satunya cara mencintai yang begitu manis? Do’a mendekatkan kita saat
jarak terasa jauh membentang. Terserah orang
lain mau bilang apa, yang aku tau bahwa saat ini aku ingin menjadi yang terbaik
untukmu.
Aku tau, sayang. Semua orang bisa
saja berubah termasuk kamu. Dan meski aku sudah begitu sadar dengan posisiku
saat ini, aku masih menguatkan hatiku dengan terus membaca pesan singkatmu yang
manis. Meski kadar kebutuhanmu terhadapku sudah dapat ku ukur, aku masih
mempertahankan sebisa ku menahan perih. Tidak apa apa, tidak apa apa sayang. Aku
akan baik-baik saja. Apapun yang akan kamu lakukan, aku akan baik-baik saja. Rasa
yang ada saat ini adalah wujud bahwa Tuhan masih mempercayakanmu untuk menjadi
satu-satunya lelaki yang aku cintai setelah ayah dan adikku. Aku sangat percaya
bahwa rasa ini ada untuk sebuah alasan. Entah untuk berujung ke pelaminan atau
hanya untuk pembelajaranku saja. Aku tidak ingin memusingkan itu, yang aku
ingin hanya membuatmu bahagia dan bangga memilikiku.
Namun, dengar ya sayang. Jika usahaku
nanti tidak ternilai untukmu dan jika Tuhan memberhentikan langkahku untuk
memperjuangkanmu. Jangan salahkan keadaan, aku atau dirimu sendiri. Karena boleh
jadi pemberhentian langkahku nanti adalah awal untuk kebahagiaanmu.
Baiklah, sekarang akan ku
jelaskan aku ini siapa. Wanita yang sedang bersamamu saat ini adalah wanita
biasa yang sedang belajar hidup syukur, ikhlas dan sabar. Wanita yang selalu
kamu sebut namanya dulu, wanita yang selalu kamu banggakan dulu, wanita yang
selalu kamu janjikan untuk setia, wanita yang kamu yakin bisa membahagiakanmu. Itu
dulu dan sekarang sudah berubah. Wanita yang telah bersamamu selama hampir lima
tahun ini hanya wanita biasa dimatamu, wanita yang begitu merepotkan, wanita
yang menyebalkan, wanita yang penuh aturan, wanita yang membosankan, wanita
yang kamu bilang bisanya hanya mempermainkan. Betulkah?
Bahkan mencintaimu bukanlah kekeliruanku.
Kekeliruanku adalah ketika kamu
meletakkan pada deretan pilihan, sedangkan aku hanya menempatkanmu pada satu
tempat dan hanya satu-satunya saja. Demi kamu aku akan terus terlihat
bahagia, dan biarkan do’a yang tersembunyi ini menjadi teman malamku ketika aku
merindukan pelukan hangat seperti dulu. :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar